Minggu, 22 Januari 2012

Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam


Ditulis oleh : Agustianto

Pendahuluan
Dalam literatur Islam, sangat jarang ditemukan tulisan tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam atau sejarah ekonomi Islam. Buku-buku sejarah Islam atau sejarah peradaban Islam sekalipun tidak menyentuh sejarah pemikiran ekonomi Islam klasik. Buku-buku sejarah Islam lebih dominan bermuatan sejarah politik.

Kajian yang khusus tentang sejarah pemikiran ekonomi Islam adalah tulisan Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqi yang berjudul, Muslim Economic Thinking, A Survey of Contemporary Literature , dan Artikelnya berjudul History of Islamic Economics Thought . Buku dan artikel tersebut ditulis pada tahun 1976. Paparannya tentang studi historis ini lebih banyak bersifat diskriptif. Ia belum melakukan analisa kritik, khususnya terhadap “kejahatan” intelektual yang dilakukan ilmuwan Barat yang menyembunyikan peranan ilmuwan Islam dalam mengembangkan pemikiran ekonomi, sehingga kontribusi pemikiran ekonomi Islam tidak begitu terlihat pengaruhnya terhadap ekonomi modern. Tulisan ini selain akan memaparkan sejarah pemikiran ekonomi Islam juga akan menyingkap bagaimana transmisi ilmu ekonomi Islam klasik ke dunia Barat (pemikir ekonomi barat) serta bagaimana kontribusi ekonomi Islam terhadap ekonomi modern.

Menurut Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy, pemikiran ekonomi Islam adalah respons para pemikir muslim terhadap tantangan-tantangan ekonomi pada masa mereka. Pemikiran ekonomi Islam tersebut diilhami dan dipandu oleh ajaran Al-Quran dan Sunnah juga oleh ijtihad (pemikiran) dan pengalaman empiris mereka.

Pemikiran adalah sebuah proses kemanusiaan, namun ajaran Al-quran dan sunnah bukanlah pemikiran manusia. Yang menjadi objek kajian dalam pemikiran ekonomi Islam bukanlah ajaran Al-quran dan sunnah tentang ekonomi tetapi pemikiran para ilmuwan Islam tentang ekonomi dalam sejarah atau bagaimana mereka memahami ajarean Al-Quran dan Sunnah tentang ekonomi. Obyek pemikiran ekonomi Islam juga mencakup bagaimana sejarah ekonomi Islam yang terjadi dalam praktek historis. Dengan demikian, tulisan ini hanya fokus kepada kajian historis, yakni bagaimana usaha manusia dalam menginterpretasi dan mengaplikasikan ajaran Alquran pada waktu dan tempat tertentu dan bagaimana orang-orang dahulu mencoba memahami dan mengamati kegiatan ekonomi juga menganalisa kebijakan-kebijakan ekonomi yang terjadi pada masanya.

Jadi, cakupan sejarah pemikiran ekonomi Islam dalam tulisan ini ialah, pertama, mengkaji bagaimana pemikiran para ilmuwan Islam sepanjang sejarah. kedua, membahas sejarah ekonomi Islam yang terjadi secara aktual.

Apresiasi para sejarawan dan ahli ekonomi terhadap kemajuan kajian ekonomi Islam sangat kurang dan bahkan terkesan mengabaikan jasa-jasa ilmuwan muslim. Hal itu terlihat pada buku-buku sejarah pemikiran ekonomi yang ditulis baik oleh penulis Barat maupun penulis Indonesia. Buku Perkembangan Pemikiran Ekonomi tulisan Deliarnov misalnya, sama sekali tidak memasukkan pemikiran para ekonom muslim di abad pertengahan, padahal sangat banyak ilmuwan muslim klasik yang memiliki pemikiran ekonomi yang amat maju melampaui ilmuwan-ilmuwan Barat, sebagaimana yang akan terlihat nanti pada uraian mendatang. Demikian pula buku sejarah Ekonomi tulisan Schumpeter History of Economics Analysis, dan Sejarah Pemikiran Ekonomi (terjemahan), tulisan penulis Belanda Zimmerman, sama sekali tidak memasukkan pemikiran ekonomi para pemikir ekonomi Islam.

Dengan demikian sangat tepat jika dikatakan bahwa buku-buku sejarah pemikiran ekonomi (konvensional) yang banyak ditulis itu sesungguhnya adalah sejarah ekonomi Eropa, karena hanya menjelaskan tentang pemikiran ekonomi para ilmuwan Eropa.

Sejarah membuktikan bahwa Ilmuwan muslim pada era klasik telah banyak menulis dan mengkaji ekonomi Islam tidak saja secara normatif, tetapi juga secara empiris dan ilmiah dengan metodologi yang sistimatis, seperti buku Ibnu Khaldun (1332-1406) dan Ibnu Taymiyah, bahkan Al-Ghazali (w.1111) Al-Maqrizi . Selain itu masih banyak ditemukan buku-buku yang khusus membahas bagian tertentu dari ekonomi Islam, seperti, Kitab Al-Kharaj karangan Abu Yusuf (w.182 H/798 M), Kitab Al-Kharaj karangan Yahya bin Adam (.w.203 H), Kitab Al-Kharaj karangan Ahmad bin Hanbal (w.221 M), Kitab Al-Amwal karangan Abu ’Ubaid ( w.224 H ), Al-Iktisab fi al Rizqi, oleh Muhammad Hasan Asy-Syabany. (w.234 H).

Masih banyak lagi buku-buku lainnya, baik yang secara khusus berbicara tentang ekonomi ataupun buku-buku fikih yang hanya membahas masalah-masalah hukum ekonomi. Buku-buku tersebut sarat dengan kajian ekonomi, seperti kebijakan moneter, fiskal (zakat dan pakak), division of labour, fungsi uang, mekanisme pasar, monopoli, perburuhan, pengaturan usaha individu dan perserikatan, lembaga keuangan (baitul mal), syairafah (semacam Bank Devisa Islam). Mereka juga ada yang membahas kajian ekonomi murni, ekonomi sosial, ekonomi politik,

Spengler mengungkapkan kajian-kajian mereka sebagaimana yang ditulis Abbas Mirakhor :
”The last three are spanish Muslim with whose works the scholastics were familiar, All these authors date between the ninth through fourteenth centuries. The economic ideas discussed by Spengler as having been dealt with by the Muslim scholars named are ideas on : taxation, market regulation, usury, permissible economic behaviour, wages, price, division of labour, money as medium of axchange and as unit of account, admonition againts debasement of money, coinage, price fluctuations, and finally ethical prescriptions regarding observance of the “mean” in economic behaviour.”

Dari kutipan di atas terlihat bahwa pemikiran ekonomi Islam di zaman klasik sangat maju dan berkembang sebelum para ilmuwan barat membahasnya di abad 18-19. Fakta ini harus diperhatikan para ahli ekonomi kontemporer tidak saja ekonom muslim tetapi juga yang non muslim di seluruh dunia.

Konstribusi Ekonomi Islam untuk Ekonomi Modern
Dalam tiga dekade belakangan ini, kajian dan penelitian ekonomi Islam kembali berkembang. Berbagai forum internasional tentang ekonomi Islam telah sering dan banyak digelar di berbagai negara, seperti konferensi, seminar, simposium, dan workshop. Puluhan para doktor dan profesor ekonomi Islam yang ahli dalam ekonomi konvensional dan syari’ah, tampil sebagai pembicara dalam forum-forum tersebut.

Dari kajian mereka ditemukan bahwa teori ekonomi Islam, sebenarnya bukan ilmu baru ataupun ilmu yang diturunkan secara mendasar dari teori ekonomi modern yang berkembang saat ini. Fakta historis menunjukkan bahwa para ilmuwan Islam zaman klasik, adalah penemu dan peletak dasar semua bidang keilmuan, termasuk ilmu ekonomi.

Karena itu adalah logis, bila Adiwarman Azwar karim, mengatakan bahwa teori-teori ekonomi modern yang saat ini dipelajari di seluruh dunia, merupakan pencurian dari teori-teori yang ditulis oleh para ekonom Barat yang melakukan plagiat tanpa menyebut rujukan yang berasal dari kitab-kitab klasik tentang ekonomi Islam.

Muhammad Nejatullah Ash-Shiddiqy, dalam bukunya Muslim Economic Thingking atau dalam artikelnya History of Islamic Economics Thought belum menjelaskan adanya benang merah antara pemikiran ekonomi Islam yang demikian maju dengan kebangkitan pemikiran ekonomi Barat. Karena itu tulisan ini perlu menunjukkan adanya benang merah tersebut.

Dalam Encyclokipaedia Britania, Jerome Ravetz berkata, ”Eropa masih berada dalam kegelapan, sehingga tahun 1000 Masehi di mana ia dapat dikatakan kosong dari segala ilmu dan pemikiran, kemudian pada abad ke 12 Masehi, Eropa mulai bangkit. Kebangkitan ini disebabkan oleh adanya persinggungan Eropa dengan dunia Islam yang sangat tinggi di Spanyol dan Palestina, serta juga disebabkan oleh perkembangan kota-kota tempat berkumpul orang-orang kaya yang terpelajar

Joseph Schumpeter dalam buku History of Economics Analysis, Oxford University, 1954, mengatakaan, adanya great gap dalam sejarah pemikiran ekonomi selama 500 tahun, yaitu masa yang dikenal sebagai dark ages . Masa kegelapan Barat tersebut sebenarnya adalah masa kegemilangan Islam.

Ketika Barat dalam suasana kegelapan dan keterbelakangan itu, Islam sedang jaya dan gemilang dalam ilmu pengetahuan dan peradaban. The dark ages dan kegemilangan Islam dalam ilmu pengetahuan adalah suatu masa yang sengaja ditutup-tutupi barat, karena pada masa inilah pemikiran-pemikiran ekonomi Islam dicuri oleh ekonom Barat. Proses pencurian itu diawali sejak peristiwa perang salib yang berlangsung selama 200 tahun, yakni dari kegiatan belajarnya para mahasiswa Eropa di dunia Islam.

Transmisi ilmu pengetahuan dan filsafat Islam ke Barat telah dicatat dalam sejarah. Dalam hal ini Abbas Mirakhor menulis,
The transmission mechanism of Islamic sciences and philosophy to the Eoropeans has been recorded in the history of thought of these disciplines. It took a variaty of forms. First, during the late elevent and early twelfth centuries, a band of western scholars such as Constantine the African and Adelard of Bath, travel to Muslim countries, learned Arabic and made studies and brought what they could of the newly acquired knowledge with them back to Eorope. For example, one such student Leonardo Fibonacci or leonardo of Pisa (d.1240) who traveled and studied in Bougie in Algeria in the twelfth century , learned arithmatic and mathematic of Al-Khawarizmi and upon his return he wrote his book Liber Abaci in 1202

Di sinilah terjadi pencurian ilmu ekonomi Islam oleh Barat. Hal ini telah banyak dikupas oleh para sejarahwan. Dari teks di atas dapat diketahuai bahwa dalam abad 11 dan 12 M, sejumlah pemikir Barat seperti Constantine the African dan delard of Bath melakukan perjalanan ke Timur Tengah, belajar bahasa Arab dan melakukan studi serta membawa ilmu-ilmu baru ke Erofa. Leonardo Fibonacci atau Leonardo of Pisa (d.1240), belajar di Bougioe, Aljazair pada abad ke 12. Ia juga belajar aritmatika dan matematikanya Al-Khawarizmi. Sekembalinya dari Arab, ia menulis buku Liber Abaci pada tahun 1202.

Selanjutnya Abbas Mirakhor menyimpulkan, “The importance of this work is noted by Harro Bernardelli (!8) who make a case for dating the beginning of economic analysis in Europe to Leonardo’s Liber Abaci” .

Kemudian banyak pula mahasiswa dari Itali, Spanyol, dan Prancis Selatan yang belajar di pusat kuliah Islam untuk belajar matematika, filsafat, kedokteran, kosmografi, dan ekonomi. Setelah pulang ke negerinya, mereka menjadi guru besar di universitas-universitas Barat. Pola pengajaran yang dipergunakan adalah persis seperti kuliah Islam, termasuk kurikulum serta metodologi ajar-mengajarnya. Universitas Naples, Padua, Salero, Toulouse, Salamaca, Oxford, Monsptellier dan Paris adalah beberapa universitas yang meniru pusat kuliah Islam.

Sejarah juga mencatat bahwa ilmuwan terkemuka Raymond Lily (1223-1315 M), belajar di universitas Islam. Sepulangnya ke Erofa ia banyak menulis tentang kekayaan khazanah keilmuan Islam dan selanjutnya mendirikan The Council of Vienna (1311) dengan lima buah fakultas yang mengajarkan bahasa Arab sebagai mata kuliah utama. Dengan pengusaan bahasa Arab, mereka menerjemahkan karya-kaarya Islam ke bahasa latin.

Salah satu materi yang diterjemahkan adalah berkenaan dengan ilmu ekonomi Islam. Beberapa penerjemah tersebut antara lain, Michael Scot, Hermaan the German, Dominic Gusdislavi, Adelard Bath, Constantine the African, John of Seville, Williem of Luna Gerard of Cremona, Theodorus of Antioch. Alfred of Sareshel dan banyak lagi deretan penerjemah Barat yang tak bisa disebutkan di sini. Tapi, beberapa penerjemah Yahudi perlu juga dipaparkan. Mereka antara lain, Jacob of Anatolio, Jacon ben Macher, Kalanymus ben kalonymus, Moses ben Salomon, Shem Tob ben Isac of Tortosa, Salomon Ibn Ayyub, Todros Todrosi, Zerahoyah Gracian, Faraj ben Salim dan Yacub ben Abbob Marie.

Karya-karya intelektual muslim yang diterjemahkan adalah karya-karya Al-Kindi, Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Rusydi, Al-Khawarizmi, Ibnu Haytam, Ibnu Hazam, Jabir Ibnu Hayyan, Ibnu Bajja, Ar-Razi, Abu ‘Ubaid, Ibnu Khaldun, Ibnu Taymiyah, dan sebagainya.

Schumpeter menyebut dua kontribusi ekonom scholastic, Pertama, penemuan kembali tulisan-tulisan Aristoteles tentang ekonomi. Kedua, towering achievement (capaian hebat) St.Thomas Aquinas. Scumpeter menulis dalam catatan kakinya nama Ibnu Sina dan Ibnu Rusydi yang berjasa menjembatani pemikiran Aristoteles ke St. Thomas. Artinya, tanpa peranan Ibnu Sina dan Ibnu Rusydi, St.Thomas tak pernah mengetahui konsep konsep Aristoteles. Karena itu tidak aneh, jika pemikiran St.Thomas sendiri banyak yang bertentangan dengan dogma-dogma gereja sehingga para sejarawan menduga St.Thomas mencuri ide-ide itu dari ekonomi Islam.

Dugaan kuat itu sesuai dengan analisa Capleston dalam bukunya A History of Medieval Philosofy, New York, 1972, “Fakta bahwa St.Thomas Aquinas memetik ide dan dorongan dari sumber-sumber yang beragam, cenderung menunjukkan bahwa ia bersifat eklektif dan kurang orisinil. Sebab kalau kita melihat doktrin dan teorinya, ia sering mengatakan, “ini sudah disebut Ibnu Sina” (Avicenna), atau “ini berasal langsung dari Aristoteles” . Berdasarkan realitas ini kita dapat mengatakan bahwa tak ada sesungguhnya yang orisinil atau istimewa dari St. Thomas tersebut. Sekaitan dengan itu Harris dalam bukunya The Humanities, 1959, menulis, “Tanpa pengaruh peripatetisisme orang Arab, teologi Thomas Aquinas dan pemikiran filsafatnya tak bisa dipahami” .

Beberapa pemikiran ekonomi Islam yang disadur ilmuwan Barat antara lain, teori invisible hands yang berasal dari Nabi Saw dan sangat populer di kalangan ulama. Teori ini berasal dari hadits Nabi Saw. sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-harga barang di kota Madinah. Dalam hadits tersebut diriwayatkan sebagai berikut :

“Harga melambung pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran kepada Rasulullah dengan berkata: “ya Rasulullah hendaklah engkau menetukan harga”. Rasulullah SAW. berkata: ”Sesungguhnya Allah-lah yang menetukan harga, yang menahan dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun harta.”

Dengan hadits ini terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu (lebih 1160 tahun) mengajarkan konsep invisible hand atau mekanisme pasar dari pada Adam Smith. Inilah yang mendasasari teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam hadits tersebut tidak menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga itu diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan, karena Allah-lah yang menentukannya.

Sungguh menakjubkan, teori Nabi tentang harga dan pasar. Kekaguman ini dikarenakan, ucapan Nabi Saw itu mengandung pengertian bahwa harga pasar itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum supply and demand.

Maka sekali lagi ditegaskan kembali bahwa teori inilah yang diadopsi oleh Bapak Ekonomi Barat, Adam Smith dengan nama teori invisible hands. Menurut teori ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan tidak kelihatan (invisible hands). Bukankah teori invisible hands itu lebih tepat dikatakan God Hands (tangan-tangan Allah).

Selanjutnya ilmuwan Barat bernama Gresham telah mengadopsi teori Ibnu Taymiyah tentang mata uang (curency) berkulitas buruk dan berkualitas baik. Menurut Ibnu Taymiyah, uang berkualitas buruk akan menendang keluar uang yang berkualitas baik, contohnya fulus (mata uang tembaga) akan menendang keluar mata uang emas dan perak. Inilah yang disadur oleh Gresham dalam teorinya Gresham Law dan Oresme treatise.

St. Thomas menyalin banyak bab dari Al-Farabi. St. Thomas juga belajar di Ordo Dominican mempelajari ide-ide Al-Gazhali. Teori pareto optimum diambil dari kitab Nahjul balaghah, karya Imam Ali. Bar Hebraeus, pendeta Syriac Jacobite Church, menyalin beberapa bab dari kitab Ihya Ulumuddin, karya al-Gahazali. Pendeta Spanyol Ordo Dominican bernama Raymond Martini, menyalin banyak bab dari tahafut al-falasifa, dan Ihya al-Ghazali. Bahkan Bapak ekonomi Barat, Adam Smith (1776) dengan bukunya The Wealth of Nation diduga keras banyak mendapat inspirasi dari buku Al-Amwalnya Abu ‘Ubaid (838). Judul buku Adam Smith saja persis sama dengan judul buku Abu ‘Ubaid yang berjudul Al-Amwal. Hiwalah yang dipraktekkan sejak zaman Nabi, baru dikenal oleh praktisi perbankan konvensional tahun 1980-an dengan nama anjak piutang.

Menurut Dr Sami Hamond, seorang ahli perbankkan dari Yordan, cek pertama ditarik di dunia ini bukan oleh tukang besi Inggris tahun 1675 di London sebagaimana disebutkan dalam textbook Barat, tetapi dilakukan oleh Saifudawlah Al-Hamdani, putra mahkota Aleppo yang berkunjung ke Bagdad pada abad X Masehi. Penukaran mata uang mengakui keabsahan cek yang dikeluarkan putera mahkota karena ia mengenal tanda tangannya. Dalam Encyclopedia of Literates, menurut Hamond, juga diceritakan seorang penyair bernama Jahtha menerima selembar cek yang ia gagal menguangkannya. Ini terjadi juga pada abad ke 10 Masehi. Sejarah itu menunjukkan bahwa pada abad ke 10 yang lalu cek sudah dikenal dalam ekonomi Islam. Seorang pengelana Persia Naser Kashro yang pergi ke kota Bashrah pada abad ke 10 M menceritakan, bahwa uang yang dibawanya diserahkan pada penukar mata uang dan ia menerima kertas berharga, semacam traveller cheques yang dipakai dalam berbelanja

Selain contoh di atas masih banyak lagi konsep ekonomi Islam yang ditiru Barat. Beberapa institusi dan model ekonomi yang ditiru oleh Barat dari dunia Islam adalah syirkah (lost profit sharing), suftaja (bills of excahange), hiwalah (Letters of Credit), funduq (specialized large scale commercial institutions and markets which developed into virtual stock exchange), yakni lembaga bisnis khusus yang memiliki skala yang besar yang dikembangkan dalam pasar modal.

Funduq untuk biji-bijian pertanian dan tekstil ditiru dari Baghdad, Cordova dan Damaskus. Demikian juga darut tiraz (pabrik yang dibangun oleh negara untuk usaha eksploitasi tambang besi dan perdagangan besi) di Spanyol Menurut penjelasan Labib, insitusi yang mirip dengan darut tiraz adalah institusi ma’una, (sejenis bank privasi yang dibangun di dunia Islam ditemukan di di Eropa Tengah dengan nama Maona. Insitusi ini digunakan di Tuscani yang berfungsi sebagai sebuah perusahaan umum yang mengembangkan dan menggali tambang besi serta melakukan perdagangan besi tersebut dalam skala yang amat luas. Selanjutnya wilayatul hisbah, yakni polisi ekonomi (pengawas ekonomi perdagangan) yang sudah ada sejak masa Rasul Saw, juga ditiru oleh Barat.

Indikasi-indikasi lain yang menunjukkan pengaruh ekonomi Islam terhadap ekonomi modern ialah diadopsinya kata credit yang dalam ekonomi konvensional dikatakan berasal dari credo (pinjaman atas dasar kepercayaan). Credo sebenarnya berasal dari bahasa Arab “qa-ra-do” yang secara fikih berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan.

Teori invisible hands yang dikemukakan oleh Adam Smith diduga keras juga berasal dari teori Islam. Menurut teori ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan tidak kelihatan (invisible hands). Harga barang tidak boleh ditetapkan oleh pemerinth, karena ia tergantung pada hukum supply and demand.
Invisible hands bagaimanapun mengadopsi hadits Rasulullah Saw yang menjelaskan bahwa Allah-lah yang menentukan harga. Bukankah konsep invisible hands ini lebih tepat dikatakan gods hands. Namun demikian, ekonomi Islam masih memberikan peluang pada kondisi tertentu untuk melakukan intervensi harga (price intervention) bila para pedagang melakukan monopoli dan kecurangan yang menekan dan merugikan konsumen. Menurut Ibnu taymiyah, penetapan harga diperlukan untuk mencegah pedagang menjual makanan atau barang dengan harga sesuka hati dan hanya menjual kepada kelompok tertentu saja.

Indikasi kuat peniruan teori invisible hands itu terlihat dari uraian-uraian Adam Smith. Dalam buku monumentalnya The wealth of Nation, ia mengutip buku Dr. Pocock yang menceritakan bagaimana para pedagang muslim ketika mereka memasuki suatu kota untuk berdagang. Mereka mengundang makan orang-orang yang lewat, termasuk orang miskin untuk makan bersama. Menurut Dr. Pocock, mereka makan bersama dan bersila, serta memulai makan dengan ucapan bismillah dan mengakhirinya dengan alhamdulillah.

Dengan kemurahan hati dan kehangatan seperti ini, para pengusaha muslim mendapatkan relasi dan mengundang simpatik para konsumen, sehingga kepentingan bisnis mereka tercapai.

Dalam buku The Wealth of Nation Adam Smith membahas tingkat perekonomian masyarakat. Ia membedakan tingkat perekonomian masyarakat kepada dua kategori, pertama bangsa dengan ekonomi terbelakang dan kedua, bangsa yang ekonominya maju. Masyarakat yang ekonominya terbelakang ditandai dengan mata pencariannya yang tradisional, seperti pemburu. Sedangkan masyarakat ekonomi maju, mata pencariannya adalah berdagang. Contoh masyarakat ekonomi terbelakang adalah masyarakat Indian di Amerika Utara. Sedangkan contoh masyarakat ekonomi maju adalah bangsa Arab.

Bangsa Arab yang dimaksudkan Adam Smith tentunya adalah bangsa pedagang di zaman Rasulullah. Karena dalam penjelasan selanjutnya ia mengatakan bahwa bangsa yang dipimpin oleh Muhammad dan para generasi sesudahnya.

Dari paparan Adam Smith terlihat jelas bahwa ia mengakui keunggulan dan kehebatan ekonomi muslim pada masa lampau. Karena itu kemungkinan besar secara tak langsung ia telah mengadopsi teori-teori ekonomi Islam.

Indikasinya menunjukkan bahwa kemajuan ekonomi Islam zaman pertengahan, sangat terasa di Inggris, tanah kelahiran Adam Smith, bahkan jauh sebelum ia lahir. Pada tahun 774 M, Raja Offa yang di Inggeris ketika itu mencetak koin emas yang merupakan copy langsung (direct copy) dari dinar Islam, termasuk tulisan Arabnya. Semua tulisan di coin (uang logam) itu adalah tulisan Arab, kecuali pada satu sisinya tertulis OFFAREX.

Realitas itu menunjukkan bahwa dinar Islam saat itu merupakan mata uang terkuat di dunia. Selain itu perekonomian umat Islam jauh lebih maju dari Eropa. Hal itu menunjukkan bahwa perdagangan internasional muslim telah menjangkau sampai Eropa Utara.

Pada tahun 1764, Adam Smith melepaskan jabatan guru besar di Glasgow Inggris dan memilih karir barunya sebagai penasehat ekonomi Duke of Buccleuch. Pada periode inilah Smith banyak melakukan perjalanan keluar negeri, terutama ke Perancis. Di sini ia banyak bertemu dengan para filosof terkenal.Smith mulai menulis buku The Wealth of Nations ketika beliau berada di Perancis dan menyelesaikannya tahun 1766, di Kirdcaldy. Dan sepuluh tahun kemudian baru diterbitkan, yakni tahun 1776. Pada masa itu di Eropa telah beredar buku-buku terjemahan karya ekonom muslim.

Bahkan, di Perancis Selatan banyak guru besar dengan menerapkan pola pengajaran yang mereka dapatkan dari negeri-negeri muslim.

Paparan di atas menunjukkan peran ilmuwan muslim sangat signifikan terhadap kebangkitan intelektualisme Eropa, termasuk dalam pemikiran ekonomi. Demikian sekelumit uraian tentang kontribusi pemikiran ekonomi Islam terhadap ekonomi modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIQH KURBAN DAN AQIQAH

 FIQH KURBAN DAN AQIQAH  (Diterjemahkan Dari Kitab Fathul Qarib)  Oleh: Sukabul, S.Sy. (Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Ayah) فَصْلٌ فِي أَحْك...