KH. ACHMAD CHALWANI;
PENGAJIAN THARIQAH RUTINITAS HARI AHAD
23 0ktober 2011
Oleh: Kabul Khan[1]
Alhamdulillah pada kesempatan kali ini kita masih bisa
diberikan anugerah nikmat oleh Allah untuk mengikuti pengajian rutin thariqah
hari Ahad. Demikianlah yang disampaikan beliau KH. Achmad Chalwani ketika
mengawali pengajian rutin Thariqah hari Ahad di Aula Pondok Pesantren An-Nawawi
Berjan Purworejo 23 Oktober 2011.
Pada kesempatan kali ini (kata KH. Achmad Chalwani), mari
kita bersama-sama merenungkan sabda nabi Muhammad SAW. Pada salah satu hadits
yang diriwayatkan oleh imam Thabrani, nabi bersabda dalam hadits qudsi (firman
Allah dimana susunan kalimatnya dari nabi, bedanya dengan al-Quran adalah bahwa
al-Quran adalah firman Allah dan susunan kalimatnya juga dari Allah):
انا مع عبدى ما ذكنى وتحركت
بي سفتاه (رواه الطبرنى)
Artinya: Aku (Allah) senantiasa menolong hambaKu
ketika hambaKu senantiasa mengingatKu. Dan kedua bibirnya bergerak-gerak untuk
mengingatKu (menyebut namaKu). (HR. Thabrani).
Contoh kedua bibir bergerak seperti yang disinggung dalam
hadits diatas adalah membaca zdikir Allahumma yaa qadhiyal hajaat, allahumma
yaa muhillal musykilat, Allahumma yaa mujibad da’waat dan membaca laa
ilaha illah.
Maka dari itu, zdikir merupakan hal yang sangat penting.
Dan supaya hati kita bisa mengingat terus pada Allah, berdasarkan hadits diatas
maka menggunakan wasilah (lantaran/medium)dengan lisan yang menyebut
asma Allah.
Seperti yang biasa telah disampaikan oleh al-mukarram,
bahwa orang awan berbeda dengan orang yang khas (wali) dalam tata cara
berzdikir. Kalau orang awan zdikirnya dapat dikatakan dari luar kemudian masuk
ke hati. Sedangkan para wali zdikirnya adalah dari hati kemudian keluar dan
menyinari lingkungan. Jadi kalau para wali, ulama’ terkadang apabila berzdikir
badannya tidak bergerak badannya dikarenakan zdikir tersebut sudah sampai ke
dalam lubuk hati. Semisal al-marhum simbah KH. Ahmad Abdul Haq dari Watucongol
Magelang ketika berzdikir kalimatut tauhid (laa ilaha illallah) tidak
banyak bergerak akan tetapi para jamaah dibelakang beliau bergerak semuanya.
Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani dalam kitab Salaim
al-Fudhala’ mengatakan “bagi orang awan berzdikir dengan suara yang jelas,
keras, dan menggerakkan badan dengan tegas itu lebih cepat masuknya ke dalam
hati daripada zdikir yang samar (nggrayeng_jawa)”. Jadi zdikir itu harus
jelas, gelengan kepala juga harus jelas.
Dalam hadits qudsi yang lain Allah berfirman:
من لم يرنى فلزم بذكر اسمي فان اسمي لم يفرقني
Artinya: barangsiapa tidak melihatKu, maka langgengkanlah
menyebut namaKu. Karena namaKu tidak akan berpisah dariKu.
Dimanapun kita sebut nama Allah, maka Allah pasti hadir,
mendampingi kita, menolong kita, menjaga kita. Maka penting sekali untuk
membaca zdikir laa ilaha illallah.
Kalimat Laa ilaha illallah
Kalimat laa ilaha illallah mempunyai nama yang
banyak. Dalam sebuah hadits disebutkan:
عن علي كرم الله وجه انه قال سمعت سيد الخلائق محمدا صلى الله
عليه وسلم يقول سمعت سيد الملائكات جبريل
عليه السلام يقول ما نزلت بكلمة اجل من كلمة لا اله الله محمد رسول الله على الارض
وبها قامت السموات والارض والجبال
Artinya: Dari ‘Ali -karramallahu wajh- berkata: Aku (Ali)
mendengar baginda para makhluk Muhammad SAW berkata: Aku (Nabi) mendengar
atasan para malaikat berkata : Tidak aku menurunkan kalimat yang lebih agung
(mulia) dari kalimat “laa ilaha illallah Muhammadur rasulullah” diatas bumi.
Dan karena kalimat tersebut terciptalah langit, bumi, dan gunung.
Semua yang ada itu berasal dari adanya kalimat laa
ilaha illallah, termasuk lautan, daratan, pepohonan dan lainnya. Dalam
hadits diatas malaikat Jibril menambahkan:
كان هي كلمة الاحلاص
Artinya: kalimat tersebut (laa ilaha illallah) adalah
kalimatul ihklas.
Kalimat laa ilaha illallah dikatakan kalimat
ikhlas. Sedangkan surat Qul huwa Allah dinamakan surat al-ikhlas.[2]
Kalimat laa ilaha illallah menurut sayyidina ‘Ali
dengan menirukan apa yang dikatakan Nabi dan nabi menirukan apa yang di dengar
oleh malaikat Jibril, mempunyai beberapa nama sebagai berikut:
1.
Kalimatul ikhlas
Bagi siapa yang hendak
mempunyai rasa ikhlas dalam hatinya maka perbanyaklah membaca laa ilaha
illallah.
2.
Kalimatul Islam
Maka dari dari nama itu,
bagi yang masuk Islam harus bersahadat (bersaksi) dengan membaca “asyhadu an
laa ilaha illallahwa asyhadu anna Muhammadur rasulullah”.
Meskipun sudah masuk
Islam bukan berarti tidak lagi membaca kalimat tersebut. Kita tetap diperintahkan
memperbanyak membaca kalimat tersebut untuk menebalkan Iman kita.
3.
Kalimatul qurbi
Kalimat qurbi adalah kalimat yang dijadikan sarana mendekatkan diri
kepada Allah. Dari segi bahasa qurbi mempunyai arti mendekat. Jadi
kalimat laa ilaha illallah dikatakan kalimatul qurbi sebagaimana
yang telah dijelaskan.[3]
4.
Kalimatut taqwa
Laa ilaha illallahu juga disebut sebagai kalimatut taqwa yang mana
taqwa berarti menjalankan perintah Allah dan menjahui larangannya.
5.
Kalimatun najaat
Menurut Ali dengan
menirukan Nabi dan Nabi menirukan Jibril, kalimat laa ilaha illallah juga
disebut dengan kalimatun najaat yang berarti kalimat yang menyelamatkan
manusia dari neraka dan masuk surga. Hal ini dikarenakan menyebut kalimat laa
ilaha illallah yang juga mempunyai nama kalimatun najaat atau kalimat penyelamat.
6.
Kalimatul ‘ulya
Kalimat laa ilaha
illallah juga dinamakan kalimatul ‘ulya atau kalimat yang luhur.
Malaikat Jibril berkata:
ولو وضعت في كافة الميزان ووضعت سبع سماوات وسبع اراض في كافة
أخري لرجعت عليهن
Artinya: Seandainya
kalimat “laa ilaha illallah” itu ditempatkan dalam satu timbangan dan langit,
bumi di tempatkan dalam timbangan yang lainnya pasti berat timbangan “laa ilaha
illallah”.
Dari itu,
sangatlah penting untuk kita selalu berzdikir kepada Allah.
Kaitannya
dengan dzikir ismi zdatiy atau khafiy yakni menyebut Allah
Allah dimana lidah lebih utama ditahankan pada bagian atas rongga mulut
(cetak duwur_jawa) hal itu disebabkan adanya riwayat bahwa dahulu ketika ada
orang meninggal dunia, malaikat mencari amal soleh di seluruh tubuh orang
tersebut akan tetapi tidak ditemukan mulai dari tangan, kaki, bahkan hatinya.
Akhirnya malaikat menemukan amal soleh tersebut di ujung (pucuk_jawa) lidahnya
bekas menyebut Allah Allah. Kemudian orang tersebut diampuni dosanya dan
dimasukkan ke dalam surga.
I’tibar dari
orang terdahulu
Ada i’tibar
dari orang-orang terdahulu, semisal simbah Kyai Abdul Majid Pagedangan
Kutowinangun Kebumen dimana ketika umur 11 tahun berangkat mengaji setiap hari
Selasa dengan berjalan dari Kutowinangun sampai ke Berjan. Maka dari itu sudah
semestinya dengan adanya berbagai fasilitas yang mendukung untuk kita saat ini
lebih giat mengaji.
Demikian pula
dengan apa yang dilakukan oleh Kyai Samsudi dari desa Jangkrikan Kepil Wonosobo
yang setiap hari Selasa berjalan dari desa Jangkrikan menuju Berjan untuk
mengikuti pengajian thariqhah.
Selain beliau berdua
juga ada salah satu Kyai lainnya yang tanpa kenal lelah dan patut untuk
dijadikan tauladan. Yakni beliau Kyai Umar[4] dari Payaman
Magelang. Beliau setiap ada pengajian sewelasan di Berjan menghadirinya dengan
berjalan kaki. Biasanya beliau menghampiri badal yang ada di daerah Mejing
Candimulyo Magelang, Badal yang ada di Mertoyudan[5] dan kemudian
bergegas menuju Berjan.
Kyai Umar
Payaman adalah murid dari seorang mursyid tariqhah Syadziliyah yakni simbah
Kyai Syiraj Payaman. Suatu hari Kyai Syiraj ini berkunjung ke rumah kyai Umar dengan
tujuan untuk berbait thariqah kepada muridnya Kyai Umar. Kyai syiraj sebagai
mursyid thariqah Syadziliyah tidak enggan berbaiat thariqah Qaddiriyah kepada
muridnya tersebut. Dari kisah ini dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang alim
itu tidak enggan, sungkan dan merasa malu untuk menimbah ilmu dari muridnya
sendiri.
Riwayat perkembangan
thariqah Qaddiriyah Berjan berkembang di daerah Magelang diantaranya adalah
jasa dari tiga Kyai besar. Yakni Kyai Umar Payaman, kyai Muzdakir Muntilan (kakak
dari al-maghfurlah simbah Kyai dalhar Watucongol Muntilan) dan Kyai Zarkasyi
dari bengkung Secang. Ketiga kyai ini baiat thariqah kepada simbah Kyai
Zarkasyi Berjan.
Pada tahap
pertama murid dari Simbah Kyai Zarkasyi Berjan ada empat orang. Diantara empat
orang tersebut adalah simbah Syiraj dari Buntit Gintungan Gebang Purworejo.
Simbah Syiraj
Buntit ini konon dahulu pernah mencalonkan diri menjadi lurah di desa Gintungan
akan tetapi gagal. Kemudian mengikuti saran dari simbah Kyai Zarkasyi beliau
masuk thariqah Qaddiriyah dan melakukan suluk selama empat puluh hari di Berjan.
Setelah itu beliau dijadikan guru thariqah oleh simbah Kyai Zarkasyi dan
bertolak untuk tinggal di Riau. Suatu ketika simbah kyai Zarkasyi mendapat
surat yang dibawah orang Riau bernama H. Affandi dari raja Johor pertama yang
bernama sultan Abu Bakr yang mana isi suratnya bahwa raja Johor tersebut
meminta kepada simbah kyai Zarkasyi untuk mengirim guru yang akan mengajar
thariqah di daerah Malaya (Malaysia). Setelah membaca surat tersebut, kyai
Zarkasyi mengatakan bahwa yang akan kesana adalah kyai Syiraj, surat itu
kemudian dibawah oleh H. Affandi dan disampaikan ke kyai Syiraj untuk nantinya
dibawah menghadap raja Johor. Setelah menerima surat dan pesan dari kyai
Zarkasyi, simbah Syiraj pun bertolak ke Johor dan menghadap kepada raja Abu
Bakr. Raja Johor pun menerima kehadirannya dan diberinya kyai Syiraj tanah oleh
raja di daerah Batupahat Johor Baru Malaysia. Kemudian beliau pun
mengembangkang dan mengajar tariqah Qaddiriyah didaerah tersebut. Setelah kyai
Syiraj wafat digantikan oleh anaknya bernama kyai Ghazali. Dan sekarang guru
thariqah Qaddiriyah di sana dipimpin oleh cucunya bernama kyai Affandi. Demikianlah
kisah perkembangan thariqah Qaddiriyah Berjan yang berkembang dinegeri sebrang
yang dibawah oleh kyai dari Buntit bernama Syiraj. Lebih lengkapnya lihat
biografi Kyai Nawawi Berjan.
Demikianlah sekilas
sejarah dari kyai-kyai yang ahli zdikir. Kita semua harus belajar sejarah
supaya tidak tertinggal oleh sejarah. Demikian pesan dari KH. Achmad Chalwani
sebelum mengakhiri pengajian yang beliau sampaikan.
[1] Penulis adalah santri KH. Achmad Chalwani yang pernah gagal menempuh ujian
akhir madrasah pondok pesantren An-Nawawi dikarenakan kurangnya syarat,
sehingga predikat lulus madrasah untuk santri yang satu ini pun ditangguhkan
oleh yang berwenang. Ditengah-tengah waktu yang bisa dikatakan banyak
menganggur, terkadang ada kebingungan hendak apa kiranya? Nah, dari sini kemudian
berinisiatif untuk menulis, yang diantaranya adalah membukukan pengajian
al-mukarram KH. Achmad Chalwani. Semoga bermanfaat. Dan semoga bisa lebih
produktif dalam menulis. Mohon doa pembaca yang budiman.
[2] Tentang bagian ayat dari surat al-ikhlas diterangkan oleh
KH. Achmad Chalwani bahwa lafazd ayat “qul huwa Allahu ahad” itu
tertulis di kening sahabat Abu Bakr as-Shiddiq, lafazd “Allahus shomad”
tertulis di kening sahabat Umar ibn Khatab, lafazd "lam yalid walam
yulad“ tertulis di kening sahabat “Ustman bin Affan dan lafazd “walam
yakun lahu kufuwan ahad” tertulis di kening sahabat ‘Ali bin Abi Thalib –karrama
Allahu wajh-.
[3] Pada kesempatan tersebut beliau KH. Achmad Chalwani juga menyinggung
tentang penyerapan bahasa indonesia dari bahasa Arab. Diantaranya adalah kata
Kurban yang berasal dari kata Qoruba, yaqrabu, qurbanan.
Jadi kurban hari raya dimaknai dan dimaksudkan dengan mendekatkan diri pada
Allah dan siap dekat dengan Allah. Beliau juga menyinggung tentang kesalahan
penyerapan kata kurban dalam pemakaiannya di bahasa Indonesia semisal kata-kata
kurban kecelakaan dan lainnya. Namun beliau tidak membahas lebih detail tentang
itu dan kemudian mengakhirinya dengan mengatakan bahwa itu urusan bahasa dalam
penyerapan dan pemakaiannya.
[4] Ada kekhususan dalam diri beliau yang menunujukkan bahwa zdikirnya sudah
sampai di dalam hati. Keunikan atau kekhususan yang dimaksud sebagaimana
disampaikan oleh KH. Achmad Chalwani adalah bahwa ketika beliau Kyai Umar tidur
tasbih yang ada di tangannya memutar sendiri. Dahulu dari Magelang ada seorang
alim bernama Sayyid Sagar bin Ahmad al-Jufri. Suatu ketika Sayyid Sagaf tidur di
Payaman bersebelahan dengan Kyai Umar dan malam-malam beliau terbangun dan
melihat dengan ta’jub kepada Kyai Umar yang sedang tertidur pulas akan tetapi tasbih yang ada di
tangannya berputar sendiri. Ini menunjukkan bahwa zdikir sir kyai Umar sudah
masuk.