Minggu, 06 November 2011

KH. ACHMAD CHALWANI; PENGAJIAN THARIQAH RUTINITAS HARI AHAD 23 0ktober 2011




KH. ACHMAD CHALWANI;
PENGAJIAN THARIQAH RUTINITAS HARI AHAD
23 0ktober 2011
Oleh: Kabul Khan[1]

Alhamdulillah pada kesempatan kali ini kita masih bisa diberikan anugerah nikmat oleh Allah untuk mengikuti pengajian rutin thariqah hari Ahad. Demikianlah yang disampaikan beliau KH. Achmad Chalwani ketika mengawali pengajian rutin Thariqah hari Ahad di Aula Pondok Pesantren An-Nawawi Berjan Purworejo 23 Oktober 2011.
Pada kesempatan kali ini (kata KH. Achmad Chalwani), mari kita bersama-sama merenungkan sabda nabi Muhammad SAW. Pada salah satu hadits yang diriwayatkan oleh imam Thabrani, nabi bersabda dalam hadits qudsi (firman Allah dimana susunan kalimatnya dari nabi, bedanya dengan al-Quran adalah bahwa al-Quran adalah firman Allah dan susunan kalimatnya juga dari Allah):
انا مع عبدى ما ذكنى وتحركت بي سفتاه (رواه الطبرنى)
Artinya: Aku (Allah) senantiasa menolong hambaKu ketika hambaKu senantiasa mengingatKu. Dan kedua bibirnya bergerak-gerak untuk mengingatKu (menyebut namaKu). (HR. Thabrani).
Contoh kedua bibir bergerak seperti yang disinggung dalam hadits diatas adalah membaca zdikir Allahumma yaa qadhiyal hajaat, allahumma yaa muhillal musykilat, Allahumma yaa mujibad da’waat dan membaca laa ilaha illah.
Maka dari itu, zdikir merupakan hal yang sangat penting. Dan supaya hati kita bisa mengingat terus pada Allah, berdasarkan hadits diatas maka menggunakan wasilah (lantaran/medium)dengan lisan yang menyebut asma Allah.
Seperti yang biasa telah disampaikan oleh al-mukarram, bahwa orang awan berbeda dengan orang yang khas (wali) dalam tata cara berzdikir. Kalau orang awan zdikirnya dapat dikatakan dari luar kemudian masuk ke hati. Sedangkan para wali zdikirnya adalah dari hati kemudian keluar dan menyinari lingkungan. Jadi kalau para wali, ulama’ terkadang apabila berzdikir badannya tidak bergerak badannya dikarenakan zdikir tersebut sudah sampai ke dalam lubuk hati. Semisal al-marhum simbah KH. Ahmad Abdul Haq dari Watucongol Magelang ketika berzdikir kalimatut tauhid (laa ilaha illallah) tidak banyak bergerak akan tetapi para jamaah dibelakang beliau bergerak semuanya.
Syekh Muhammad Nawawi al-Bantani dalam kitab Salaim al-Fudhala’ mengatakan “bagi orang awan berzdikir dengan suara yang jelas, keras, dan menggerakkan badan dengan tegas itu lebih cepat masuknya ke dalam hati daripada zdikir yang samar (nggrayeng_jawa)”. Jadi zdikir itu harus jelas, gelengan kepala juga harus jelas.
Dalam hadits qudsi yang lain Allah berfirman:
من لم يرنى فلزم بذكر اسمي فان اسمي لم يفرقني
Artinya: barangsiapa tidak melihatKu, maka langgengkanlah menyebut namaKu. Karena namaKu tidak akan berpisah dariKu.
Dimanapun kita sebut nama Allah, maka Allah pasti hadir, mendampingi kita, menolong kita, menjaga kita. Maka penting sekali untuk membaca zdikir laa ilaha illallah.

Kalimat Laa ilaha illallah
Kalimat laa ilaha illallah mempunyai nama yang banyak. Dalam sebuah hadits disebutkan:
عن علي كرم الله وجه انه قال سمعت سيد الخلائق محمدا صلى الله عليه وسلم يقول سمعت سيد الملائكات جبريل عليه السلام يقول ما نزلت بكلمة اجل من كلمة لا اله الله محمد رسول الله على الارض وبها قامت السموات والارض والجبال
Artinya: Dari ‘Ali -karramallahu wajh- berkata: Aku (Ali) mendengar baginda para makhluk Muhammad SAW berkata: Aku (Nabi) mendengar atasan para malaikat berkata : Tidak aku menurunkan kalimat yang lebih agung (mulia) dari kalimat “laa ilaha illallah Muhammadur rasulullah” diatas bumi. Dan karena kalimat tersebut terciptalah langit, bumi, dan gunung.
Semua yang ada itu berasal dari adanya kalimat laa ilaha illallah, termasuk lautan, daratan, pepohonan dan lainnya. Dalam hadits diatas malaikat Jibril menambahkan:
كان هي كلمة الاحلاص
Artinya: kalimat tersebut (laa ilaha illallah) adalah kalimatul ihklas.
Kalimat laa ilaha illallah dikatakan kalimat ikhlas. Sedangkan surat Qul huwa Allah dinamakan surat al-ikhlas.[2]
Kalimat laa ilaha illallah menurut sayyidina ‘Ali dengan menirukan apa yang dikatakan Nabi dan nabi menirukan apa yang di dengar oleh malaikat Jibril, mempunyai beberapa nama sebagai berikut:
1.     Kalimatul ikhlas
Bagi siapa yang hendak mempunyai rasa ikhlas dalam hatinya maka perbanyaklah membaca laa ilaha illallah.
2.     Kalimatul Islam
Maka dari dari nama itu, bagi yang masuk Islam harus bersahadat (bersaksi) dengan membaca “asyhadu an laa ilaha illallahwa asyhadu anna Muhammadur rasulullah”.
Meskipun sudah masuk Islam bukan berarti tidak lagi membaca kalimat tersebut. Kita tetap diperintahkan memperbanyak membaca kalimat tersebut untuk menebalkan Iman kita.
3.     Kalimatul qurbi
Kalimat qurbi adalah kalimat yang dijadikan sarana mendekatkan diri kepada Allah. Dari segi bahasa qurbi mempunyai arti mendekat. Jadi kalimat laa ilaha illallah dikatakan kalimatul qurbi sebagaimana yang telah dijelaskan.[3]
4.     Kalimatut taqwa
Laa ilaha illallahu juga disebut sebagai kalimatut taqwa yang mana taqwa berarti menjalankan perintah Allah dan menjahui larangannya.
5.     Kalimatun najaat
Menurut Ali dengan menirukan Nabi dan Nabi menirukan Jibril, kalimat laa ilaha illallah juga disebut dengan kalimatun najaat yang berarti kalimat yang menyelamatkan manusia dari neraka dan masuk surga. Hal ini dikarenakan menyebut kalimat laa ilaha illallah yang juga mempunyai nama kalimatun najaat  atau kalimat penyelamat.
6.     Kalimatul ‘ulya
Kalimat laa ilaha illallah juga dinamakan kalimatul ‘ulya atau kalimat yang luhur.

Malaikat Jibril berkata:
ولو وضعت في كافة الميزان ووضعت سبع سماوات وسبع اراض في كافة أخري لرجعت عليهن
Artinya: Seandainya kalimat “laa ilaha illallah” itu ditempatkan dalam satu timbangan dan langit, bumi di tempatkan dalam timbangan yang lainnya pasti berat timbangan “laa ilaha illallah”.
Dari itu, sangatlah penting untuk kita selalu berzdikir kepada Allah.
Kaitannya dengan dzikir ismi zdatiy atau khafiy yakni menyebut Allah Allah dimana lidah lebih utama ditahankan pada bagian atas rongga mulut (cetak duwur_jawa) hal itu disebabkan adanya riwayat bahwa dahulu ketika ada orang meninggal dunia, malaikat mencari amal soleh di seluruh tubuh orang tersebut akan tetapi tidak ditemukan mulai dari tangan, kaki, bahkan hatinya. Akhirnya malaikat menemukan amal soleh tersebut di ujung (pucuk_jawa) lidahnya bekas menyebut Allah Allah. Kemudian orang tersebut diampuni dosanya dan dimasukkan ke dalam surga.

I’tibar dari orang terdahulu
Ada i’tibar dari orang-orang terdahulu, semisal simbah Kyai Abdul Majid Pagedangan Kutowinangun Kebumen dimana ketika umur 11 tahun berangkat mengaji setiap hari Selasa dengan berjalan dari Kutowinangun sampai ke Berjan. Maka dari itu sudah semestinya dengan adanya berbagai fasilitas yang mendukung untuk kita saat ini lebih giat mengaji.
Demikian pula dengan apa yang dilakukan oleh Kyai Samsudi dari desa Jangkrikan Kepil Wonosobo yang setiap hari Selasa berjalan dari desa Jangkrikan menuju Berjan untuk mengikuti pengajian thariqhah.
Selain beliau berdua juga ada salah satu Kyai lainnya yang tanpa kenal lelah dan patut untuk dijadikan tauladan. Yakni beliau Kyai Umar[4] dari Payaman Magelang. Beliau setiap ada pengajian sewelasan di Berjan menghadirinya dengan berjalan kaki. Biasanya beliau menghampiri badal yang ada di daerah Mejing Candimulyo Magelang, Badal yang ada di Mertoyudan[5] dan kemudian bergegas menuju Berjan.
Kyai Umar Payaman adalah murid dari seorang mursyid tariqhah Syadziliyah yakni simbah Kyai Syiraj Payaman. Suatu hari Kyai Syiraj ini berkunjung ke rumah kyai Umar dengan tujuan untuk berbait thariqah kepada muridnya Kyai Umar. Kyai syiraj sebagai mursyid thariqah Syadziliyah tidak enggan berbaiat thariqah Qaddiriyah kepada muridnya tersebut. Dari kisah ini dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang alim itu tidak enggan, sungkan dan merasa malu untuk menimbah ilmu dari muridnya sendiri.
Riwayat perkembangan thariqah Qaddiriyah Berjan berkembang di daerah Magelang diantaranya adalah jasa dari tiga Kyai besar. Yakni Kyai Umar Payaman, kyai Muzdakir Muntilan (kakak dari al-maghfurlah simbah Kyai dalhar Watucongol Muntilan) dan Kyai Zarkasyi dari bengkung Secang. Ketiga kyai ini baiat thariqah kepada simbah Kyai Zarkasyi Berjan.
Pada tahap pertama murid dari Simbah Kyai Zarkasyi Berjan ada empat orang. Diantara empat orang tersebut adalah simbah Syiraj dari Buntit Gintungan Gebang Purworejo.
Simbah Syiraj Buntit ini konon dahulu pernah mencalonkan diri menjadi lurah di desa Gintungan akan tetapi gagal. Kemudian mengikuti saran dari simbah Kyai Zarkasyi beliau masuk thariqah Qaddiriyah dan melakukan suluk selama empat puluh hari di Berjan. Setelah itu beliau dijadikan guru thariqah oleh simbah Kyai Zarkasyi dan bertolak untuk tinggal di Riau. Suatu ketika simbah kyai Zarkasyi mendapat surat yang dibawah orang Riau bernama H. Affandi dari raja Johor pertama yang bernama sultan Abu Bakr yang mana isi suratnya bahwa raja Johor tersebut meminta kepada simbah kyai Zarkasyi untuk mengirim guru yang akan mengajar thariqah di daerah Malaya (Malaysia). Setelah membaca surat tersebut, kyai Zarkasyi mengatakan bahwa yang akan kesana adalah kyai Syiraj, surat itu kemudian dibawah oleh H. Affandi dan disampaikan ke kyai Syiraj untuk nantinya dibawah menghadap raja Johor. Setelah menerima surat dan pesan dari kyai Zarkasyi, simbah Syiraj pun bertolak ke Johor dan menghadap kepada raja Abu Bakr. Raja Johor pun menerima kehadirannya dan diberinya kyai Syiraj tanah oleh raja di daerah Batupahat Johor Baru Malaysia. Kemudian beliau pun mengembangkang dan mengajar tariqah Qaddiriyah didaerah tersebut. Setelah kyai Syiraj wafat digantikan oleh anaknya bernama kyai Ghazali. Dan sekarang guru thariqah Qaddiriyah di sana dipimpin oleh cucunya bernama kyai Affandi. Demikianlah kisah perkembangan thariqah Qaddiriyah Berjan yang berkembang dinegeri sebrang yang dibawah oleh kyai dari Buntit bernama Syiraj. Lebih lengkapnya lihat biografi Kyai Nawawi Berjan.
Demikianlah sekilas sejarah dari kyai-kyai yang ahli zdikir. Kita semua harus belajar sejarah supaya tidak tertinggal oleh sejarah. Demikian pesan dari KH. Achmad Chalwani sebelum mengakhiri pengajian yang beliau sampaikan.



[1] Penulis adalah santri KH. Achmad Chalwani yang pernah gagal menempuh ujian akhir madrasah pondok pesantren An-Nawawi dikarenakan kurangnya syarat, sehingga predikat lulus madrasah untuk santri yang satu ini pun ditangguhkan oleh yang berwenang. Ditengah-tengah waktu yang bisa dikatakan banyak menganggur, terkadang ada kebingungan hendak apa kiranya? Nah, dari sini kemudian berinisiatif untuk menulis, yang diantaranya adalah membukukan pengajian al-mukarram KH. Achmad Chalwani. Semoga bermanfaat. Dan semoga bisa lebih produktif dalam menulis. Mohon doa pembaca yang budiman.
[2] Tentang bagian ayat dari surat al-ikhlas diterangkan oleh KH. Achmad Chalwani bahwa lafazd ayat “qul huwa Allahu ahad” itu tertulis di kening sahabat Abu Bakr as-Shiddiq, lafazd “Allahus shomad” tertulis di kening sahabat Umar ibn Khatab, lafazd "lam yalid walam yulad“ tertulis di kening sahabat “Ustman bin Affan dan lafazd “walam yakun lahu kufuwan ahad” tertulis di kening sahabat ‘Ali bin Abi Thalib –karrama Allahu wajh-.
[3] Pada kesempatan tersebut beliau KH. Achmad Chalwani juga menyinggung tentang penyerapan bahasa indonesia dari bahasa Arab. Diantaranya adalah kata Kurban yang berasal dari kata Qoruba, yaqrabu, qurbanan. Jadi kurban hari raya dimaknai dan dimaksudkan dengan mendekatkan diri pada Allah dan siap dekat dengan Allah. Beliau juga menyinggung tentang kesalahan penyerapan kata kurban dalam pemakaiannya di bahasa Indonesia semisal kata-kata kurban kecelakaan dan lainnya. Namun beliau tidak membahas lebih detail tentang itu dan kemudian mengakhirinya dengan mengatakan bahwa itu urusan bahasa dalam penyerapan dan pemakaiannya.
[4] Ada kekhususan dalam diri beliau yang menunujukkan bahwa zdikirnya sudah sampai di dalam hati. Keunikan atau kekhususan yang dimaksud sebagaimana disampaikan oleh KH. Achmad Chalwani adalah bahwa ketika beliau Kyai Umar tidur tasbih yang ada di tangannya memutar sendiri. Dahulu dari Magelang ada seorang alim bernama Sayyid Sagar bin Ahmad al-Jufri. Suatu ketika Sayyid Sagaf tidur di Payaman bersebelahan dengan Kyai Umar dan malam-malam beliau terbangun dan melihat dengan ta’jub kepada Kyai Umar yang sedang tertidur  pulas akan tetapi tasbih yang ada di tangannya berputar sendiri. Ini menunjukkan bahwa zdikir sir kyai Umar sudah masuk.
[5] Badal dari dua daerah tersebut tidak beliau (KH. Achmad Chalwani) sebutkan siapa namanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIQH KURBAN DAN AQIQAH

 FIQH KURBAN DAN AQIQAH  (Diterjemahkan Dari Kitab Fathul Qarib)  Oleh: Sukabul, S.Sy. (Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Ayah) فَصْلٌ فِي أَحْك...