Minggu, 10 Juli 2011

PENGAWASAN DAN PERLINDUNGAN HUKUM PERBANKAN SYARIAH

MAKALAH
Oleh: Sukabul

A.    Latar Belakang
Islam menjamin keselamatan harta dan memasukkannya dalam kategori dharuriyah al-khamsah yang merupakan implementasi maqashid al-syariah yakni berupa penjagaan terhadap harta. Untuk mewujudkan konsep ini dalam sistem ekonomi syariah yang ada di Negara Indonesia terkhusus pada lembaga perbankan syariah diformulasikan beberapa hukum yang mengatur perlindungan terhadap konsumen atau nasabah bank. Dan agar tetap berjalan sesuai yang diharapkan dan tentunya sesuai dengan apa yang menjadi batasan syara’ perlu adanya pengawasan dalam lembaga perbankan syariah.
Makalah ini mencoba membahas, memaparkan dan memahami sistem pengawasan bank syariah dan perlindungan hukumnya. Dan setelah memahami memungkinkan untuk muncul sebuah pertanyaan tentang relevansi dan efektivitas pengawasan dan perlindungan hukum pada perbankan syariah.

B.     Pengawasan Dalam Pandangan Islam
Tujuan dari sebuah pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan untuk meluruskan yang tidak lurus, mengoreksi yang salah, dan  membenarkan yang hak.[1] Pengawasan atau kontrol dalam Islam secara garis besar terbagi menjadi dua. Yakni kontrol yang berasal dari diri sendiri dan sebuah pengawasan dari luar (sistem).[2] Dengan bertaqwa kepada Allah swt. -Allah yang maha melihat, maha mengetahui-, seorang muslim tentunya faham dengan ini. Oleh karena itu sudah seharusnya muslim bersikap hati-hati karena Allah mengawasi tingkah laku setiap muslim. Allah berfirman:
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
 Artinya: Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang Telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. QS. Al-Mujadalah (58): 7.
Dalam sebuah hadits, nabi Saw. Bersabda yang artinya “bertakwa kepada Allah dimanapun anda berada”.
Selain dari sisi keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan sang khaliq, pengawasan akan bisa lebih efektif apabila dilakukan dari luar diri sendiri. Didin Hafifudhin mengatakan bahwa sistem pengawasan jenis kedua ini dapat terdiri atas mekanisme pengawasan dari pemimpin yang berhubungan dengan penyelesaian tugas yang telah didelegasikan, kesesuaian antara penyelesaian tugas dan perencanaan tugas dan lainnya.[3]

C.    Pengawasan Bank Syariah
Pengawasan bank syariah (termasuk pula pengaturannya) pada dasarnya memiliki dua sistem, yaitu pengawasan dari aspek: pertama  kondisi keuangan, kepatuhan pada ketentuan perbankan secara umum dan prinsip kehati-hatian bank, dan kedua pemenuhan prinsip syariah dalam kegiatan operasional bank. Berkaitan dengan hal itu, Harisman SE, Akt., MA. Kepala Biro Perbankan Syariah BI mengatakan struktur pengawasan perbankan syariah lebih bersifat multilayer yang secara ideal akan terdiri dari:
1.      Sistem Pengawasan Internal, yang memiliki unsur-unsur; Dewan Komisaris, Dewan Audit, DPS, Direktur Kepatuhan, SKAI – Internal Syariah Reviewer.
Sistem pengawasan internal lebih bersifat mengatur ke dalam dan dilakukan agar ada mekanisme dan sistem kontrol untuk kepentingan manajemen.
2.       Sistem Pengawasan Eksternal, yang terdiri dari unsur BI, Akuntan Publik (termasuk external syariah auditor), DSN dan Stakeholder/Masyarakat Pengguna Jasa.
Pengawasan eksternal pada dasarnya untuk memenuhi kepentingan nasabah dan kepentingan publik secara umum yang dalam hal ini dilakukan oleh BI dan DSN. Secara umum peran dan tanggung jawab BI lebih kepada pengawasan aspek keuangan, sedangkan jaminan pemenuhan prinsip syariah adalah tanggung jawab dan kewenangan DSN dengan DPS sebagai perpanjangan tangannya. Dalam hal ini tentu saja kompetensi dan kemampuan pemahaman prinsip syariah tetap wajib dimiliki oleh pengawas bank dari BI.[4]
Kerjasama antara BI dengan DSN juga dilakukan dalam pengawasan terhadap produk bank syariah. Sedangkan untuk pengawasan operasional bank syariah, BI bekerja sama dengan DSN yang dalam hal ini dilakukan oleh DPS.[5] Hal ini sejalan dengan fungsi dan peran DSN yang dibentuk oleh Majelis Ulama’ Indonesia dengan Surat Keputusannya No.Kep-98/MUI/III/2001 tentang Susunan Pengurus DSN MUI. Adapun fungsi DPS dalam organisasi bank syariah adalah sebagai berikut:
1)      Sebagai penasehat dan pemberi saran kepada direksi, pimpinan kantor cabang syariah mengenai hal-hal yang terkait dengan aspek syariah.
2)      Sebagai mediator antara bank dan dewan syariah nasional (DSN) dalam mengomunikasikan usul dan saran pengembangan produk dan jasa dari bank yang memerlukan kajian dan fatwa dari DSN.
3)      Sebagai perwakilan DSN yang ditempatkan pada bank, kewajiban melaporkan pada DSN sekurang-kurangnya satu kali dalam setahun.[6]
Karena pengembangan perbankan syariah masih dalam tahap awal, maka sistem dan mekanisme pengawasan perbankan syariah masih belum lengkap dan perlu banyak penyempurnaan. Oleh karena itu, upaya pengembangan pengawasan perbankan syariah oleh BI akan terus dilakukan secara berkesinambungan dengan mengembangkan dan menyempurnakan sistem pengawasan, serta meningkatkan kompetensi dan mengembangkan etika pengawasan.[7]

D.    Sistem Perlindungan Hukum dalam kegiatan Usaha Bank Syariah
Di dalam perbankan syariah juga terdapat sistem perlindungan hukum terhadap nasabah bank. Sistem itu dapat dilihat dari sisi hubungan antara bank dengan nasabah, serta hubungan antara bank dengan Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral. Perlindungan hukum perbankan diantaranya sebagai berikut:

1.      Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Melalui Undang-undang Perlindungan Konsumen
UUPK bukan satu-satunya hukum yang mengatur tentang perlindungan terhadap konsumen di Indonesia. Ada beberapa aturan sebelum disahkannya UUPK. R. Rach Hardjo Boedi Santoso mengatakan bahwa sebelum disahkannya UUPK pada dasarnya telah ada beberapa peraturan perundang-undangan yang materinya melindungi kepentingan konsumen antara lain: Pasal 202-205 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ordonansi Bahan-bahan Berbahaya (1949), Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan sebagainya.[8]
Tentunya dengan lahirnya UUPK diharapkan dapat menjadi payung hukum dibidang konsumen dengan tidak menutup kemungkinan terbentuknya peraturan perundang-undangan lain yang materinya memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen.

2.      Perlindungan Nasabah melalui Pengawasan Bank Indonesia
Hubungan antara bank dengan Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral, adalah adanya pengaturan dan pengawasan oleh Bank Indonesia. Pengaturan dan pengawasan bank diarahkan untuk mengoptimalkan fungsi perbankan Indonesia, untuk mencapai tujuan tersebut pendekatan yang dilakukan dengan menerapkan, kebijakan memberikan keleluasaan berusaha (deregulasi), kebijakan prinsip kehati-hatian bank (prudential banking); dan pengawasan bank yang mendorong bank untuk melaksanakan secara konsisten ketentuan intern yang dibuat sendiri (self regulatory banking) dalam melaksanakan kegiatan operasionalnya dengan tetap mengacu kepada prinsip kehati-hatian.
Menanggapi adanya beberapa kasus pembobolan bank yang marak terjadi akhir-akhir ini, Gubernur Bank Indonesia menyampaikan pidatonya pada rapat kerja komisi XI-DPR RI terkait perlindungan nasabah di bidang perbankan yang diantaranya beliau mengatakan:
Perbankan adalah industri yang sebagian besar sumber dananya berasal dari masyarakat dan merupakan industri yang mengandalkan basis kepercayaan masyarakat/nasabah. Berkenaan dengan itu, untuk memberikan perlindungan kepada nasabah, Bank Indonesia sangat concern dengan pengaturan kehati-hatian dan pengawasan yang ketat terhadap industri perbankan. Kami senantiasa mengarahkan dan mengatur perbankan nasional agar memiliki internal control yang kuat dan berlapis sebagai line of defense yang memadai guna mengawal seluruh kegiatan bank terhadap berbagai risiko dan potensi kebocoran yang dapat terjadi.[9]

3.      Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Ditinjau dari Peraturan Perundang-Undangan di Bidang Perbankan
Kepercayaan adalah inti dari perbankan sehingga sebuah bank harus mampu menjaga kepercayaan dari para nasabahnya. Hukum sebagai alat rekayasa social terlihat aktualisasinya di sini. Di tataran undang-undang maupun PBI terdapat pengaturan dalam rangka untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan dan sekaligus dapat memberikan perlindungan hukum bagi nasabah.[10]

E.     Perlindungan Nasabah Bank Syariah Berdasarkan Perundang-Undangan Perbankan.
Dalam UU No.21 Tahun 2008 bab II pasal 2 disebutkan bahwa Perbankan Syariah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.[11]
Adapun yang dimaksud dengan berasaskan prinsip syariah adalah kegiatan usaha yang tidak mengandung riba, maisir, gharar, objek haram dan menimbulkan kezaliman. Sedangkan yang dimaksud dengan berasaskan demokrasi ekonomi adalah kegiatan usaha yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan dan kemanfaatan.[12]
Tentang otoritas fatwa tentang kehalalan / kesesuaian produk dan jasa keuangan bank dengan prinsip syariah diatur dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/32/PBI/2008 - Komite Perbankan Syariah, merupakan aturan dan mekanisme pengesahan otoritas fatwa tentang kehalalan jasa dan produk perbankan syariah. Secara normatif peraturan BI di atas mengandung norma hukum yang harus ditaati untuk mencapai ketertiban hukum, karena pada prinsipnya tujuan sebuah pengaturan adalah untuk mencapai ketertiban. Oleh karena itu pelanggaran terhadap mekanisme yang sudah diatur adalah hilangnya ketertiban hukum yang secara konstruktif dibangun untuk mencapai tujuan yang diharapkan[13]
simpulan
Dari pengawasan memang seharusnya. Sebagai makhluk yang diberi akal sekaligus nafsu yang juga dibebani hukum syara’, seorang muslim tentunya harus bisa menjaga nafsunya dari hal-hal yang menyeleweng. Karena manusia juga berhasrat, terkadang permainan syaitan pun bisa melengahkannya. Maka dari itu selain perlu pula pengawasan dari pihak luar yang keduanya (pengawasn pribadi dan luar) dapat menjadikan semua amal manusia berada dalam koridor yang dibenarkan.

F.     Simpulan
Pengawasan yang ada dalam bank syariah bukan hanya pengawasan dengan system akan tetapi pengawasan dengan modal takwa. Pengawasan yang berasal dari diri sendiri ini bahkan lebih diutamakan dengan tanpa menafikan urgensitas pengawasan system. Karena dengan pengawasan yang bermodal rasa takut terhadap tuhan akan memberikan dampak yang signifikan dalam setiap waktu dan inilah pengawasan yang efektif.
Perlindungan hukum bank syariah pun cukup bisa menjadi payung perkembangan penerapan sistem ekonomi dan bank syariah ke depan. Dan ini membawa angin segar bagi umat meskipun perlahan namun bisa dikatan pasti langkahnya.


DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Gemala, 2006, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, Jakarta: Kencana Prenada media Group

Hafifudhin, Didin dan Hendri Tanjung, 2003, Manajemen Syariah Dalam Praktek¸ Jakarta: Gema Insani

Harisman, Pelaksanaan Pengawasan Perbankan Syariah di Indonesia (2), http://pemikirangado-gado.blogspot.com/2010/10/pelaksanaan-pengawasan-perbankan.html

Mannan, Abdul, 2000, Membangun Islam Kaffah, Jakarta: Madina Pustaka

Nasution, Darmin, Penjelasan Gubernur Bank Indonesia Dalam Rapat Kerja Komisi Xi-Dpr Ri Terkait Perlindungan Nasabah Di Bidang Perbankan, (Jakarta: Rapat Kerja Komisi Xi DPR RI Dengan Bank Indonesia - 5 April 2011). Download file:
www.bi.go.id/NR/rdonlyres/.../penjelasan_gbi_raker_komisi11_final.pdf

Santoso, R. Rach Hardjo Boedi, 2009, Perlindungan Hukum Nasabah Bank Syariah Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pengawasan Oleh Bank Indonesia (Protection Punish The Client Of Bank Of Moslem Law Go Together The Observation Execution By Bank Indonesia), Makalah disusun dalam rangka memenuhi persyaratan program magister ilmu hukum program magister ilmu hukum Universitas Diponegoro Semarang.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Download file:
              www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4.../UU_21_08_Syariah.pdf



[1] Abdul Mannan, Membangun Islam Kaffah, (Jakarta: Madina Pustaka, 2000), hlm. 152
[2] Didin Hafifudhin dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah Dalam Praktek¸Jakarta: Gema Insani, 2003) hlm. 156
[3] Ibid.,
[4] Harisman, Pelaksanaan Pengawasan Perbankan Syariah di Indonesia (2), http://pemikirangado-gado.blogspot.com/2010/10/pelaksanaan-pengawasan-perbankan.html. Akses tanggal 06 Juni 2011
[5] Ibid.,
[6] Gemala Dewi, aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada media Group, 2006), hlm. 70
[7] Harisman, op., cit.
[8] R. Rach Hardjo Boedi Santoso, Perlindungan Hukum Nasabah Bank Syariah Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pengawasan Oleh Bank Indonesia (Protection Punish The Client Of Bank Of Moslem Law Go Together The Observation Execution By Bank Indonesia), (makalah disusun dalam rangka memenuhi persyaratan program magister ilmu hukum program magister ilmu hukum universitas diponegoro semarang 2009), hlm. 10
[9] Darmin Nasution, Penjelasan Gubernur Bank Indonesia Dalam Rapat Kerja Komisi Xi-Dpr Ri Terkait Perlindungan Nasabah Di Bidang Perbankan, (Jakarta: Rapat Kerja Komisi Xi DPR RI Dengan Bank Indonesia - 5 April 2011). Download file: www.bi.go.id/NR/rdonlyres/.../penjelasan_gbi_raker_komisi11_final.pdf . Akses tanggal 06 Juni 2011
[10] R. Rach Hardjo Boedi Santoso, op., cit., hlm. 11
[11] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. Download file: www.bi.go.id/NR/rdonlyres/248300B4.../UU_21_08_Syariah.pdf . Akses tanggal 06 Juni 2011
[12] R. Rach Hardjo Boedi Santoso, op., cit., hlm. 13
[13] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIQH KURBAN DAN AQIQAH

 FIQH KURBAN DAN AQIQAH  (Diterjemahkan Dari Kitab Fathul Qarib)  Oleh: Sukabul, S.Sy. (Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Ayah) فَصْلٌ فِي أَحْك...