Rabu, 12 Maret 2014

CATATAN PENDAKIAN SINDORO; NGADEG PUNCAKING GUNUNG GUJENGAN LINTANG LAN WULAN (13-14 SEPT 2013)

Gunung Sindoro terlihat dari Gunung Prau
Kerinduan ini sudah tak bisa ane tahan gan,,mungkin ibarat cinta sudah meluap-luap dan bisa gila kalau gak  berjumpa. Seperti itu juga rasa penasaran ini untuk kembali menjejakkan  kaki di atas gunung Sindoro (ketinggian 3.136 mdpl.) maha karya Tuhan yang begitu indah, sebuah gunung yang secara geografis terletak di 2 kabupaten yakni Wonosobo dan Temanggung. 
Waktu itu tepat hari jumat setelah beberapa hari sebelumnya melakukan koordinasi dengan teman-teman dan mempersiapkan bekal serta menkonsep pendakian,  tepat setelah selesai melaksanakan shalatjumat ane (Kabul), Hendri, Kipli (Tumono), Wahidun dan Supriyadi/Supret yang kemudian dalam pendakian kali ini mempopulerkan laqab (julukan) barunya dengan nama “Munarah Prepet Prepet” berkumpul di depan rumah ane yang juga berhadapan dengan rumah Hendri.
Gak pakai lama, setelah berdoa tawasul ummul kitab dengan harapan perjalanan lancar sesuai yang diharapkan kita langsung cabut menuju desa Kledung Parakan Temanggung (basecamp pendakian Sindoro). Kurang lebih pukul 13 00 WIB.  Kita berangkat dari Desa Kemranggen Kec. Bruno Kab. Purworejo dengan menggunakan alat transportasi motor (ane sendirian, Supret nebeng Hendri, Kipli bareng Wahidun), dari Kemranggen, ane dkk melewati desa Gunung Condong, Cepedak, Brunorejo, Kaliwungu, Tegalsari (masih kec. Bruno). Perjalanan melewati desa kali wungu ada sedikit gangguan, ditengah jalan kita dihadang ular piton, ane yang di depan diikuti Wahidun dan Kipli langsung berhenti melihat ular itu sambil menunggu pergi, namun dari belakang Hendri langsung tancap gas dan hampir saja di gigit ular  yang seperti lagi mengamuk,  untung saja patokan ular hanya mengena bodi motornya, ane sebenarnya agak was-was, karena mitosnya kalau dihadang hewan-hewan berbisa dan buas seperti ular ketika akan melakukan perjalanan lebih baik berhenti dan kembali, karena –katanya- itu sebuah pertanda kurang baik. Akan tetapi ane dkk berusaha membuang jauh-jauh mitos tersebut dan menyerahkan semuanya pada Allah SWT yang  telah mengatur segalanya. Setelah ular menyingkir dari jalan kita kembali melakukan perjalan melewati beberapa desa di 5  kecamatan mulai dari kec. Kepil menuju Sapuran berlanjut Kalikajar dan Kreteg (masuk Kab. Wonosobo) dan terakhir setelah sampai di  perempatan pasar Kreteg kita ambil arah menuju kab. Temanggung, dari Kreteg menuju desa Kledung yang  sudah masuk kab.Temanggung kurang lebih memakan waktu 10 menit dengan jalan yang  terus menanjak dan hawa dingin yang mulai menusuk tulang. Diperbatasan antara kab. Wonosobo dan Temanggung ada toko yang lumayan cukup lengkap dan juga menyediakan perlengkapan-perlengkapan kecil pendakian seperti sarung tangan dan  masker. Kita berhenti sejenak dan belanja kebutuhan-kebutuhan yang  memang sengaja tidak kita siapkan dari rumah seperti air mineral, snack ringan, koyo dan rokok 79 plus malboro tentunya yang cocok di daerah dingin tak lupa kita borong. hehe.. dirasa cukup, kita langsung menuju basecamp dirumah warga desa Kledung, namun setelah sampai dirumah warga yang tahun lalu digunakan sebagai basecamp ternyata bascampnya sekarang sudah pindah di balai desa Kledung yang  justru sudah kita lewati dan akhirnya kita berlima kembali kearah balai desa dan sampailah  di basecamp kurang lebih pukul 15 00 WIB.
Sampai di basecamp kita tidak langsung mengurus perijinan, menurut teman (kenal di sana) dari Klaten (mas Andi dan mbak Eni) yang sudah tiba terlebih dahulu untuk hal yang sama yakni mendaki sindoro mengatakan kalau penjaganya sedang keluar, mereka sudah menunggu hampir 2 jam katanya, akhirnya setelah sekian lama  menunggu sambil santai dan tak lupa shalat ashar di masjid yang ada di sebelah balai desa tepat pukul 16 30 WIB.  Petugas dating dan langsung kita mengurus administrasi dan perijinan, setelah motor kita parkir, pukul 17 00 WIB.  Kita mulai perjalanan menuju puncak gunung Sindoro.
Seperti biasa, tanpa bosan-bosan kita awali lagi perjalanan ini dengan berdoa agar diberi kemudahan dn kelancaran serta keselamatan oleh sang kreator gunung Sindoro. Dari bascamp menuju pos 1 perjalanan melewati rumah-rumah warga kurang lebih 500 meter kemudian kita sampai di perebunan milik petani berupa tanaman kentang, tembakau, jagung dll. Perjalanan ini memang agak sedikit memaksa, karena dari bascamp sudah terasa ada rintik-rintik gerimis walaupun tidak seberapa, tapi melihat cuaca pada saat itu ada kemungkinan akan turun hujan. Dalam hati ane berdoa semoga gak sampai hujan, coz kalau hujan tetap kita bakalan repot dengan perlengkapan yang sangat minim dan tanpa tenda, hanya memakai jas hujan. Sambil merasakan dinginnya cuaca di perkebunan petani, kita tetap berusaha untuk menikmati alam yang begitu menawan. Di kanan kiri jalan, kebun-kebun milik petani tumbuh hijau dan subur, di sebelah barat kita juga bisa melihat kebun teh (tambi) yang membentang bagaikan permadani hijau dan bila kita melihat ke arah yang berlawanan di sebelah selatan kita bisa melihat gunung Sumbing yang juga sangat menantang untuk di daki. Karena terasa asyik menikmati perjalanan, meskipun nafas mulai ngos2an, tak terasa kurang lebih 20 menit kita sudah sampai di pos 1 tepat di kaki gunung Sindoro.  
Sampai di pos 1, kita istirahat agak lama dan tak lupa memakan nasi bekal dari rumah yang sudah kita siapkan. Ini memang kebiasaan kita kalau muncak gak pake alat-alat masak seperti kompor dll, kita sukanya bawa makanan dari rumah karena lebih simple gak ada acara masak memasak. Dan untuk antisipasi basi, biasanya kita bagi tugas ada yang membawa tiwul (karena bisa bertahan 2 hari tidak basi) dan membawa roti yang banyak sehingga apabila kita kelaparan dipuncak masih bisa makan gan. Dipos 1 ini kita makan nasi bekal yang ane bawa biar ane bebannya lebih ringan, karena, jujur meskipun ane yang paling besar diantara teman-teman, tapi secara fisik ane yang gampang ngedrop dibanding mereka. Maklum gan, ane hidup dikota jadi gak pernah bekerja fisik yang berat-berat, juga jarang olahraga. Kalau teman-teman ane kerjanya fisik terus ditambah kalau sore di desa ane pasti ada kegiatan olahraga baik takrow, voly dll. Jadi mereka semua fisiknya kuat-kuat. Setelah selesai makan kita gak langsung berangkat, sambil  menambah jam istirahat tak lupa kita narsis dulu dengan berfoto bersama. Oh ya, pas makan juga kita foto-foto loh… ini dia fotonya…

Hendri & Kipli sedang lahap makan
 
Makan bersama

Samar-samar terdengar suara adzan maghrib dari pos 1 ini, setelah selesai adzan kita lihat mas Andi dan mbak Eni yang berangkatnya  belakangan dari kita sudah mulai tiba di pos 1 ini. Setelah mereka sampai dan adzan sudah selesai kita lanjutkan perjalanan. Ane dkk gak shalat maghrib, rencana mu ane jama’ sekalian dengan Isya nantinya di pos 3. Remang-remang jalan kita lewati di hari yang hampir malam ini dengan bantuan cahaya bulan dan senter yang sudah kami siapkan.
Alhamdulillah, menjelang malam ternyata cuaca berubah, gerimis sudah berhenti dan langit terlihat terang, perjalanan dari pos 1 menuju pos 2 kita melewati hutan cemara dan kemudian melewati hutan-hutan campuran yang lumayan lebat. Jalan setapak kita lalui dengan trek yang agak sedikit nanjak namun kadang ada turunnya juga, belum begitu menguras tenaga kita kalau secara logikanya, tapi ditengah-tengah perjalanan ane mulai merasa sedikit keram di paha dan ane akhirnya berjalan dibelakang sambil sedikit-sedikit berhenti agar tidak terjadi keram yang lebih.. mungkin ane keram karena belum menyesuaikan saja, jadi ane buat santai. Ternyata benar, setelah berjalan kurang lebih 1 jam dan hampir sampai di pos 2 keram di paha ane sudah hilang dan perjalanan terasa lebih enak.
Kurang lebih Pukul 19 00 WIB. Kita berlima sudah sampai di pos 2, dan memutuskan untuk istirahat sebentar sambil minum dan ngemil snack krupuk yang kita beli di kios sebelum sampai bascamp. Habis krupuk 1 bal, kita mulai lanjut lagi. Kali ini dari pos 2 menuju pos 3 jalan yang kita lalui mulai terasa sulit karena banyak ngetreknya, ditambah jalan setapak berupa batu dan hutan yang semakin lebat tanpa bisa kita melihat langit karena tertutup pohon-pohon. Perjalanan hampir 2 jam untuk sampai di pos 3, setelah keluar dari hutan dan memasuki padang ilalang dan tumbuhan-tumbuhan berakar serabut lainnya, ane rasanya sedikit lega karena ini tandanya sudah hampir sampai di pos 3.
Keluar dari hutan melanjutkan perjalanan kurang lebih 5 menit kita sudah sampai di pos 3 kurang lebih jam setengah 9 malam. Pos 3 ini berupa tanah lapang yang dapat didirikan puluhan tenda bagi pendaki. Namun kita hanya istirahat disana sambil melepas baju yang basah karena keringat bercucuran. Kita tidak mendirikan tenda gan, kan emang gak bawa tenda.hehehe. Cuma duduk-duduk santai saja sambil melihat indahnya kota temanggung dan sekitar dimalam hari. Istirahat sambil merokok dan tak lupa kita jogetan bersama dengan media music koplo judul oplosan yang ada di hp untuk menghilangkan rasa dingin yang menusuk ternyata cukup manjur juga untuk menghilangkan stress dan membuat badan ini berkeringat kembali. Karena memang kalau tanpa aktifitas, meskipun sudah berkeringat tak lama kemudian pasti akan terasa dingin kembali.
Setelah menjama’ shalat maghrib dengan isya’ dan puas santai di pos 3 sampai jam 10an malam, kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan kembali sebelum tubuh bertambah dingin karena tidak berkeringat. Jalur ngetrek hampir mendominasi perjalanan kita dari pos 3 menuju puncak Sindoro. Perjalanan kali ini memang tidak begitu terburu-buru, selain cuaca yang berubah cerah sekali dibandingkan sore yang mendung seperti akan turun hujan, juga karena kita ingin menikmati pendakian ini sepuas-puasnya dengan melihat bintang-bintang dan bulan yang seolah-olah ada tepat diatas kepala kita serta keindahan-keindahan lainnya yang tak bisa terlukiskan dengan kata-kata.
Perjalanan dari pos 3 ini seperti yang sudah ane katakan jalurnya ngetrek banget, bahkan kemiringan kadang mencapai 90 derajat ditambah hampir dari mulai kita melangkah sampai puncak jalurnya berupa bebatuan yang akan membahayakan apabila tidak hati-hati. Langkah demi langkah, terkadang ane sempat juga menghitung jumlah langkah dengan mentarget setiap 60 x melangkah jedah berhenti sejenak untuk mengambil nafas, begitu seterusnya sampai kemudian kita berlima tiba di pos 4 watu tumpang (katanya pos 4 gan.. ane kagak tahu coz pertama mendaki ke sini yang ane denger cuma ada 3 pos kemudian langsung ke puncak) kita beristirahat kurang lebih 10 menit dan lanjut kembali. Namun setelah dari pos 4 watu tumpang perjalanan kita terhenti di pos bayangan setelah watu tumpang, disitu tempatnya lumayan lapang dan dapat didirikan 1 tenda. Terhentinya kita di pos bayangan ini bukan karena ada sesuatu yang tidak di inginkan, kita ingin istirahat lebih di situ karena sudah merasa agak lelah, lapar dan dingin yang mulai menjadi.
Tanpa basa basi karena kelelahan, ane langsung merebahkan badan di tanah, sedangkan teman-teman yang sudah sampai duluan sedang menyiapkan nasi bekal milik wahidun dan supri untuk dimakan. Setelah makan, kita mencari kayu bakar disekitar lokasi, untung saja disekeliling kita banyak kayu-kayu bakar yang sudah kering dan siap dibuat api unggun. Setelah dirasa cukup, Kipli mengeluarkan spirtus dari tasnya dan disiramkan ke tumpukan kayu agar muda dibakar, sambil menunggu api besar, kita menyiapkan air mineral kemasan yang masih tertutup rapat untuk kemudian dimasak di api tersebut. Ini memang cara kita kalau mendaki apabila ingin ngopi cukup nyalakan api tak letakkan air dalam kemasan yang tertutup rapat diatas api tersebut. Gak butuh waktu lama api sudah menyala besar dan air kita letakkan di api sekitar 5 menit sudah masang dan siap ngopi dengan potongan-potongan kemasan air mineral bekas yang dijadikan gelas… cukup ringkas kan gan???
Setelah kebutuhan perut sudah tercukupi, salidd pun sudah terobati dengan 2 batang rokok 76, kita tiduran di pos bayangan ini sambil menyelip bersembunyi disarung masing-masing, meskipun tiduran, namun tetap saja kita tidak ada yang bisa terlelap tidur, suhu dingin yang begitu menusuk badan karena cuaca yang begitu cerah malam itu membuat kita hanya bisa menikmati yang namanya menggigil diatas gunung. Sungguh sebuah nikmat dari tuhan yang jarang kita sadari di hari-hari biasa.
Karena tidak tahan dengan suhu yang sangat dingin, akhirnya kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan santai agar badan berkeringat kembali. Perjalanan kali ini dimulai kurang lebih jam 3 pagi, ane menyadari dengan kondisi ane yang masih kelelahan terlebih 1 hari sebelum berangkat sempat kerokan karena masuk angin, ane bilang ke teman-teman kalau ane ketinggalan gak usah ditunggu. Dan akhirnya teman-teman setuju, dengan bermurah hati, teman ane yang paling perkasa “ingih meniko” kangmas Tumono al-Kipli menawarkan jasa untuk membawa tas ane. Tanpa pikir panjang langsung deh ane serahkan tuh tas dan ane cuma membawa rokok di saku dan air mineral aqua ditangan (bukan promosi gan, cuma ngepasin aja, tadinya kan ane mau bawa air meniral BNW tapi produksinya masih tahun depan..hehehehe).
Teman-teman ane, Hendri, Supri, Kipli dan Wahidun sudah jauh di depan atau lebih tepatnya jauh diatas ane, dalam hati ane gak ingin kejadian pendakian Sindoro pertama terulang di Pendakian kedua ini, ane kagak pingin ketika sunrise belum sampai pucuuk Sindoro. Dengan tekad yang kuat dan semangat perjuangan 45, ane mantapkan langkah menuju puncak agar tidak didahului sang mentari terbit. Dan Alhamdulillah, segalah puji untukMu tuhan, sang pencipta keindahan ini, ane bisa nyampai di pucuknya pucuk tepat pada jam setengah 5 pagi, sedangkan teman-teman sudah sampai terlebih dahulu sekitar 20 menit yang lalu dan sudah kedinginan sambil berusaha menyalakan api unggun kembali.
Sampai dipucuk, ane langsung sujud syukur kepada Allah SWT karena masih diberi kesempatan menjejakkan kaki di atas salah satu ciptaan terindahNya. Setelah mengambil tayamun dan shalat subuh di atas gunung Sindoro, ane langsung gabung dengan teman-teman dan membuat lingkaran mengelilingi api sambil menunggu munculnya matahari pagi yang selalu dinanti-nantikan oleh para pendaki. Dan asap rokokpun tak henti-hentinya ane sedot, kalau gak salah pagi itu untuk mengusir suhu yang teramat dingin, selama menghangatkan badan dipinggiran api ane habis 5 batang rokok malboro dan 1 batang 76 gan…
Pukul 5 10 WIB. Sang mentari pun mulai menampakkan batang hidungnya dari ufuk timur, kita langsung bergegas dan menyiapkan segala keperluan untuk bisa mengabadikan moment tersebut menggunakan kamera digital dan hp-hp yang kameranya beresolusi 2-3 MP. Kita berjalan ke arah timur dan berpose-pose dengan latar belakang sunrise yang disanggah oleh 3 gunung yakni Sumbing, Merbabu dan Merapi. Berbagai gaya sudah kita coba, dan hasilnya kagak mengecewakan gan, disamping emang yang di foto anak-anaknya guanteng, juga waktu, lokasi dan momentnya juga sangat-sangat bagus ditambah cuaca pagi yang sangat cerah hampir tak ada awan. Ente kagak percaya gan???!!! Ini ane kasih buktinya…hehehe.. pantengin ya foto-foto kita, kalau yang cewek jangan berkedip, ntar jadi dosa. Kan pandangan kedua maksiat. Just kidding mba’ ^_* (bukannya kebalik ya, kan haditsnya untuk cowok yang mandang cewek. Tapi gak apalah, yang penting gak ada niat memlintirkan hadits Nabi SAW). 

foto-foto saat sunrise






Puas menikmati sunrise, kita menuju ke arah timur laut puncak sindoro. Disana terdapat tanah lapang yang cukup luas. kita juga masih narsis bersama dengan mengabadikan beberapa lokasi. Di lapangan ini juga terdapat satu makam dan beberapa petilasan serta prasasti untuk mengenang korban para pecinta alam yang meninggal di atas Gunung Sindoro karena kelelahan atau karena menghirup gas beracun yang keluar dari kawah aktif gunung Sindoro. Puas di arah timur laut kita menuju kearah utara (masih dilapangan). Di sebelah utara kita bisa melihat pemandangan daerah semarang, perbukitan-perbukitan termasuk gunung Ungaran terlihat disana dan juga terlihat perbukitan dieng dengan Gunung Prau yang jadi  andalannya. 

foto menuju & di lapangan timur








Semua  moment berusaha kita abadikan, puas di arah utara kita beralih ke sebelah barat menuju “segara wedi” tempat berupa tanah lapang yang cukup luas dan dapat dijadikan untuk lapangan sepak bola. Segara wedi ini biasa digunakan oleh para pendaki untuk mengadakan upara bersama seperti ketika memperingati kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dari arah barat kita beralih ke a rah barat daya gunung sindoro, disana terdapat hamparan taman bunga edelwais dan pucuk merah yang sangat menawan dan membuat ane pingin berlarian kaya di film-filmnya cak Amir Khan…haha.. kumat virus indiahe gan. 

foto disegara wedi dan taman bunga














Sambil tetap berfoto-foto, tak lupa ane siapkan kamera HP yang hasil kurang memuaskan tapi lumayanlah buat kenangan dihari esok, ane ambil pengaturan video dan langsung ane rekam dengan asal-asalan ane mengabadikan videonya… ternyata hasilnya cukup membuat geli karena kekocakan teman-teman yang mungkin grogi dengan model yang ginian, ditambah gaya ane dalam membawakan video ini kagak ada mirip-miripnya dengan presenter media seperti Jeremy tety dll. untuk yang mau lihat hasil video kocaknya klik http://www.youtube.com/watch?v=PNAWrNYMLvo
Dipuncak tidak ada pendaki kain selain kita berlima. Setelah puas memutari puncak gunung Sindoro yang cukup luas mulai jam 5 10 sampai jam 8 00 WIB kita menju ke selatan ke tempat awal sampai puncak dan tempat kita meninggalkan bekal. Sampai di sebelah selatan langsung kita menyantap tiwul bawaan Hendri dan Wahidun karena sudah kelaparan. Selasai makan kita masih santai dan ada juga yang masih berfoto-foto, namun karena kelelahan, dan matahari mulai menyengat membuat tubuh terasa lebih hangat, teman-teman ane tidur di dekat batu puncak. Ane sendirian malah gak  bisa tidur, sibuk mensotret-sotret pemandangan yang begitu indah.
Ane lihat jam di hp ternyata sudah menunjukkan jam 9 lebih, pantes aja mulai terasa panas oleh sinar matahari. Teman-teman pun terbangun karena kepanasan, sesuai rencana, kita istirahat sekitar 1 jam dan jam 10an pagi setelah packing barang bawaan kita siap-siap untuk turun.
Semua sudah siap dan memastikan kembali tidak ada yang tertinggal, kita berlima turun jam 10an lebih dikit. Baru beberapa langkah, kita berpapasan dengan 3 orang rombongan dari Banjarnegara, ketika ane Tanya katanya banyak rombongan tapi dibelakang. Celakanya, 3 rombongan itu bertanya diatas ada sumber air gak, katanya bekal air kehabisan. Padahal gak ada sumber air. Ane jawab aja apa adanya dan terlihat ekspresi mereka lemas lunglai seperti orang tak berdaya. Tapi cuek aja dah, ane juga dah kelelahan, lagi pula dibelakang katanya masih banyak temannya. Perjalanan turun juga berusaha kita nikmati sebisa mungkin dengan selalu berfoto–foto dan bercanda bersama. Sampai di pos 4 watu tumpang kita istirahat dan mengabadikan gambar disana. Perjalanan turun berlanjut kembali, tak lama kita berpapasan dengan mas Edi dan Mbak Eni yang berangkatnya hampir bersamaan dengan kita. Mereka berdua mungkin keheranan setelah bertanya ke kita apa sudah sampai puncak, ya kita jawab sudah tadi pagi jam 3…hehehe… dibelakang mereka berdua ternyata banyak sekali rombongan cewek cowok yang melakukan pendakian. Ketika berpapasan kita saling sapa dan bertanya dari mana, ada yang dari kampus-kampus di jogja ada juga yang dari semarang dan kota-kota lainnya. Sampai dipos 3 ternyata masih banyak pebdaki di sana. Dan tenda-tenda memenuhi tanah lapang yang semlam bisa kita gunakan untuk berjoget oplosan.
Perjalanan turun memang tidak seperti ketika naik yang sedikit-sedikit istirahat, meskipun letih dan kaki pegel-pegel tapi kita tetep bisa lanjutkan perjalanan dengan lancar dan sampai di pos 2 kita istirahat kurang lebih 20 menit kemudian kita lanjut menuju bascamp dan tanpa terasa jam 12 siang kita sampai dibascamp.
Laporan ke petugas, ambil motor tanpa istirahat ane dkk langsung cabut. Sampai di kec. Kreteg Wonosobo kita berhenti diwarung makan sambil membersihan diri, mengisi perut dan istirahat disana sampai cukup kemudian pulang membawa badan pegal-pegal dan pastinya sebuah kenangan yang sangat mengesankan dan tak mungkin terlupakan. Seandainya masih diberi kesempatan, suatu saat nanti ane pingin kembali ke Sindoro. Ane pingin menghayati dan berfakur terhadap ayat-ayat kauniyah yang indah ini.
Thanks to:
1. Allah azza wa jalla
2. Ortu
3. Hendri, Kipli, Supri dan Wahidun
4. Teman-teman pecinta alam semua.
Mari kita lestarikan alam yang menakjubkan ini. Jangan sampai rusak oleh tangan-tangan jahil mnanusia. Sampai jumpa di share catatan pendakian gunung Merbabu gan…. Maaf kalau ada salah dari ane pecinta alam dari desa Kemranggen Kec. Bruno Kab. Purworejo (Kabul Khan).

foto campuran



















Rabu, 19 Februari 2014

KEMRANGGEN; Makarya Nyawiji Mbangun Desa

Desa Kemranggen adalah salah satu desa dari 18 desa yang ada di kecamataan Bruno kabupaten Purworejo. Desa ini terletak di wilayah Bruno barat yang berbatasan langsung dengan beberapa desa, yakni desa Pamriyan dan Wonosido yang ikut kecamatan Pituruh Purworejo (sebelah barat daya dan selatan desa), desa Purbayan Kemiri Purworejo (sebelah tenggara), desa Gunung Condong Bruno Purworejo (sebelah timur), Cepedak Bruno Purworejo (timur laut), desa Karanggedang Bruno Purworejo (sebelah utara desa), desa Besuki Wadaslintang Wonosobo (sebelah barat daya desa).
 
GAPURA MASUK DESA KEMRANGGEN BRUNO PURWOREJO
Syahdan, nama Kemranggen ini diambil seorang tokoh yang tidak lain adalah pendiri desa yang hidup pada masa penjajahan, beliau di kenal oleh warga Kemranggen dan sekitarnya dengan nama mbah Mranggi. Mbah Mranggi merupakan salah satu prajurit dari Raden Heru Cokro Senopati ing Ngalogo Syayidin Pamukagama Khalifatullah Tanah Jawa Putra Sri Sultan Hamengkubuwono yang bergelar Pangeran Diponegoro. Dalam memerangi Belanda waktu itu, Pangeran Diponegoro dan pasukannya sampai bergerilya ke desa-desa, desa yang dilalui diantaranya adalah desa Wonosido Pituruh sampai Kemranggen dan Karanggedang Bruno. Untuk mengenang perjuangan pangeran Diponegoro ini kemudian jalan yang dilalui beliau dari desa Wonosido melewati hutan Growong menuju Kemranggen dan ke Karanggedang dijadikan jalan Kabupaten dengan nama jalan Diponegoro.   
Desa Kemranggen ini seperti desa-desa yang lain juga masih dibagi menjadi beberapa pedukuhan, di Kemranggen, sekarang terdapat 4 pedukuhan yakni Krajan yang diambil dari kata Kerajaan yang berarti adalah tempat pusat pemerintahan desa, Sawahlor, Gablogan (diambil dari nama sesepuh dukuh terebut mbah kyai Gablok) dan Kaligadung. 
BALAI DESA KEMRANGGEN
Meskipun berada di daerah pegunungan, namun desa Kemranggen adalah desa yang cukup potensial dari berbagai aspek baik SDA maupun SDM-nya. Alam desa Kemranggen amat sangat asri dan pemandangan alamnya bisa memanjakan manusia perkotaan yang mungkin jenuh dengan kebisingan kotanya. Bukit-bukit, persawahan, dan juga sungai-sungai dengan air yang sangat jernih akan turut serta menyejukkan pikiran seseorang, ditambah lagi luasnya hutan pinus milik perhutani yang mengelilingi desa mulai dari sebelah barat dukuh Krajan sampai Sawahlor yang berbatasan langsung dengan desa Karanggedang.

SALAH SATU PEMANDANGAN ALAM DI DESA KEMRANGGEN
(diambil dari depan rumah bapak Pri Sawahlor)

Alam desa Kemranggen tidak hanya memanpakkan keindahannya bila dipandang mata, namun alam disekitar desa ini bisa dikatakan menjadi sumber kehidupan mayoritas warga desa Kemranggen yang kebanyakan adalah petani. Banyak hasil bumi yang sangat-sangat layak untuk diandalkan bahkan dipasarkan diluar daerah bukan hanya dilingkungan sekitar. Seperti padi dari pengelolahan sawah petani, singkong, Kelapa, buah-buahan dan berbagai komoditas pertanian lainnya yang layak untuk dibanggakan dan dipasarkan untuk masyarakat luar daerah.
Seiring dengan perkembangan zaman, maka pola pikir masyarakat lambat laun menjadi berubah, ketika saya dilahirkan pada tahun 1988 sampai pada tahun 1995 kehidupan bermasyarakat masih relative sama, meskipun di desa ini sudah ada lembaga pendidikan TK, SDN Kemranggen dan SLTP PGRI Bruno di Kemranggen, pada akhir-akhir tahun 1996 listrik mulai masuk desa ini, sehingga pelan-pelan pola hidup masyarakat pun mulai berubah. Jika sebelum ada listrik, saya masih ingat sekali sewaktu masih kecil kegiatan malam mungkin hanya sampai waktu Isya dan kemudian istirahat, anak-anak muda begitu kreatif karena keterbatasan, mengisi waktu luang sebelum istrihat untuk menyongsong hari esok dengan seabgreg job kerja seperti mencangkul sawah, merumput dll sebagai anak seorang petani, mereka malamnya sering berkumpul bersama dengan mengadakan game-game tradisional seperti petak umpet ketika terang bulan atau pitongan (menebak teman dengan mata tertutup) dll. Muda mudi membaur jadi satu, tapi jangan berfikiran tidak baik, karena saya jamin teman2 waktu itu adalah teman-2 yang lugu dan polos, meskipun bersama namun sikap menghormati, isin terhadap lawan jenis sangatnya besar. Jadi meskipun bermain bersama dalam kegelapan saya yakin tidak ada hal-hal negative yang terjadi selayaknya anak muda sekarang yang kalau boleh saya katakan sudah lupa akan adat ketimuran walaupun katanya berpendidikan. Dalam hal ini, saya benar2 kagum kagum dengan teman2 tempoe doeloe dari pada pemuda sekarang.
Setelah listrik masuk desa kami, memang banyak hal positif yang dapat dimanfatkan warga desa seperti kemudahan mengakses informasi melewati media televisi yang mempunyai cakupan nasional bahkan internasional berbeda dengan zaman sebelumnya yang hanya menggunakan media radio batre yang cakupannya hanya fm dan am lingkup kabupaten. Bahkan pada tahun-tahun 2000an masyarakat sudah tidak asing lagi dengan HP sebagai alat komunikasi sehingga pol hidup dan ekonomi masyarakat pun semakin berubah (dalam hal ini menurut saya tetap banyak positif dan banyak pula negatifnya).
Dalam bidang pendidikan, Masyarakat yang dulunya sebagian besar hanya lulusaan SD bahkan ada yang sama sekali tidak pernah mengenyam bangku sekolah mulai sadar akan pentingnya pendidikan, mereka tidak merasa keberatan untuk mendidik anaknya dengan menyekolahkan sampai tingkat SLTA bahkan Perguruan tinggi meskipun harus dengan susah payah. Hal ini tentunya tidak lepas dari kemudahan mengakses informasi lewat media dan juga adanya sebagian warga desa Kemranggen yang menjadi PNS sebagai guru di sekolah-sekolah negeri maupun swasta selalu getol dalam memberikan stimulus agar anak-anak muda Kemranggen bisa melanjutkan tingkat pendidikan.
SDN KEMRANGGEN SEKARANG (2014)
Masih dalam bidang pendidikan, desa Kemranggen memang cukup terkenal di wilayah kecamatan Bruno, bahkan sampai di luar kecamatan sendiri. Banyak kalangan memberikan tanggapan positif semisal ketika saya sedang berdiskusi atau sekedar ngobrol santai dengan orang luar Kemranggen mengatakan kalau desa Kemranggen desanya pendidikan, terbukti banyak sekali PNS yang berasal dari Kemranggen baik yang berkecimpung dalam bidang pendidikan maupun lembaga pemerintah yang lainnya dan juga putra-putra desa yang sedari dulu banyak yang tingkat pendidikannya tinggi.  Pernyataan demikian mungkin ada benarnya, akan tetapi, saya sendiri selaku pribumi Kemranggen terkadang hanya bisa mengelus dada ketika mendengar tanggapan seperti itu, bukannya tidak percaya dengan realita, tapi bila mau melihat lebih dalam tentunya akan didapati pula banyak generasi penerus yang putus sekolah. Bahkan tak ubahnya desa-desa lain, banyak generasi setelah lulus SMP atau SD mengadu nasib ke Jakarta dll. Selain demikian, (maaf bila menyinggung kalangan pendidikan), ternyata banyaknya generasi yang tingkat pendidikannya tinggi tidak berpengaruh secara langsung dalam hal yang positif pada desa. Percaya atau tidak, saya termasuk yang menganalisa kenyataannya, contoh real saja dalam sebuah organisasi karangtaruna yang bisa dikatakan vakum, akhir-akhir tahun 2013 memang ada kumpulan rutin karangtaruna yang diagendakan tiap bulan. Hanya saja agenda intinya hanya arisan dan macit bersama, kalau ada rapat ya langsung ketua membuka tanpa ada mc, absen anggota, bahkan administrasi lain layaknya organisasi yang professional dan dikelolah SDM yang mumpuni pun tidak didapatkan di karangtaruna. Padahal sekali lagi banyak orang memandang desa kita adalah desa yang maju dalam pendidikan. Di Karangtaruna kalau ada kegiatan seperti lomba turnamen olahraga atau kegiatan pemuda lainnya pun bisa dikatakan tidak ada panitianya  meskipun sebenarnya ada, kalau istilah arabnya “wujuduhu ka’adamihi; keberadaannya seperti ketiadannya”, sering didengar dalam bahasa yang sederhana dari seorang ketua panitia, karangtaruna, atau senior pemuda yang berkata “wes pokoe bareng-bareng spa sing kober gawean direwangi”… pertanyaan untuk anda, layakkah sebuah organisasi pemuda yang katanya generasinya adalah generasi terdidik, mengelolah organisasi demikian??? Mari kita fikirkan bersama. Jangan sendiri, nanti bisa stress.hehehe. kita tidak boleh bangga dengan nggpn orang luar sana, mnungkin memang benar adanya, kita memang desa pelajar dan banyak prestasi telah diraih oleh desa ini karena didukung oleh pendidikan yang mumpuni, tapi menurut saya semua itu adalah kerja segelintir orang yang benar-benar peduli dan ingin mengangkat almamater desa kita. Saya yakin tidak semua atau sebagian besar orang berperan disitu. Tanyakan pada diri kita masing-masing????
Sebenarnya masih banyak yang ingin saya tulis, tapi karena beberapa hal, kemungkinan artikel KEMRANGGEN Makarya Nyawiji Mbangun Desa part 2 akan dilanjut dilain waktu. Silahkan kalau ada sisi positifnya kita ambil. Dan semoga Kemranggen benar-benar menjadi desa kebanggaan kita bersama.





FIQH KURBAN DAN AQIQAH

 FIQH KURBAN DAN AQIQAH  (Diterjemahkan Dari Kitab Fathul Qarib)  Oleh: Sukabul, S.Sy. (Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Ayah) فَصْلٌ فِي أَحْك...