Senin, 24 Januari 2011

PERAN PENDUKUNG MADZHAB DALAM PENYEBARAN MADZHAB

PERAN PENDUKUNG MADZHAB DALAM PENYEBARAN MADZHAB
Oleh Sukabul & Siti Anifatul Jannah

A.         Latar Belakang
Fiqh Islam dalam perjalanan dan perkembangannya telah mengalami zaman   kegemilangan dengan munculnya beberapa mujtahid dan fuqoha’ besar yang memiliki peranan penting dalam membangun kemajuan dan kesempurnaan fiqh Islam.
Sejalan dengan munculnya para imam besar maka lahirlah beberapa madzhab fiqh yang diberi nama sesuai dengan nama pendirinya, terikat dengan hasil ijtihad, metode istinbat, dan kaidah-kaidah yang mereka terapkan.
Pada hakikatnya, faktor berkembangnya madzhab-madzhab tersebut bukan hanya karena sisi hukum yang telah dibangunnya atau dari sisi figur pendirinya yang memiliki karakteristik tersendiri dalam memberikan penjelasan yang dapat menarik simpati dari publik, tetapi juga berkat kepiawaian para pendukung madzhab-madzhab tersebut yang siap untuk mendokumentasikan, mempertahankan, serta menyebar luaskan pola pemikiran dan pendapat-pendapat dari para imam madzhab meskipun tindakan ini juga berdampak kurang baik bagi fiqh Islam sendiri.
Dari uraian diatas, ada beberapa hal yang perlu diketahui yang diantaranya faktor apakah yang menjadi sebab berkembangnya madzhab-madzhab fiqh dan bagaimana peran para pendukung madzhab terhadap penyebaran madzhab.

B.         Faktor Penyebab Berkembangnya Madzhab- madzhab Fiqh
Diantara faktor utama yang mendorong tersebarnya madzhab-madzhab fiqh di berbagai penjuru negeri adalah hal-hal sebagai berikut:
1.       Adanya gerakan kodifikasi pola pemikiran para imam mujtahid oleh para murid dan pendukung imam madzhab.
2.       Adanya usaha para murid dan simpatisan mereka yang siap menyebarluaskan pola pemikiran dan pendapat-pendapat dari para imam madzhab, bahkan siap mempertahankannya, khususnya mereka yang memiliki posisi kuat dalam organisasi sosial kemasyarakatan yang telah dibangunnya.
3.       Adanya kecenderungan para penguasa dan masyarakat umum untuk memberikan kebebasan terhadap para hakim dalam memberikan suatu keputusan yang berasal dari madzhab yang diikutinya, sehingga dalam berpendapat tidak ada dugaan negatif lantaran mengikuti hawa nafsu dalam memutuskan perkara yang hanya mengikuti pandangan madzhabnya.[1]
4.       Perhatian para fuqaha’ madzhab dalam menyebarkan madzhab mereka dengan cara menggali illatfuru’iyah madzhab dengan membentuk kaidah-kaidah umum yang akan menghimpun semua masalah yang ada.[2] dan menerapkannya dalam berbagai permasalahan yang baru muncul, mengumpulkan setiap masalah
Selain dari beberapa penyebab berkembangnya madzhab-madzhab fiqh tersebut, karya-karya dari para imam madzhab itu sendiri seperti al-Um dan al-Risalah karya al-Syafi’i, al-Muwatha’ karya imam Malik, dan al-Musad karya imam Ibnu hambal juga merupakan salah satu faktor utama bagi tersebarnya madzhab.

1.       Peran Para Pendukung Madzhab Terhadap Penyebaran Madzhab

a.       Madzhab Hanafi
Madzhab Hanafi merupakan madzhab yang paling tua diantara empat madzhab Ahli Sunnah yang populer. Madzhab ini dinisbatkan kepada Imam besar Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit bin Zutha At-Tamimi, lahir di Kufah tahun 80 H. dan wafat di Baghdad pada tahun 150 H.[3]
Sistem penyebaran dari suatu pemikiran seorang tokoh, dapat dilihat dari ada dan tidaknya para murid dan pendukungnya, diantara murid-murid imam Abu Hanifah adalah sebagai berikut:
1)      Zufar bin Hudzail bi Qais Al Kufi
Dilahirkan pada tahun 110 H. Beliau adalah orang yang paling menggunakan kiyas diantara teman-teman Abu Hanifah. Beliau tidak mengindahkan kemewahan dunia, namun hidunya selalu disibukkan dengan ilmu dan mengajar sampai meninggalnya tahun 157 H.[4]
2)      Muhammad bin Hasan bin Farqad bin Asy Syaibani
Beliau merupakan salah satu murid Abi hanifah yang banyak sekali menyusun dan mengembangkan hasil karya Abu Hanifah, diantaranya yang terkenal adalah “Al-Kutub al-Sittah (enam kitab).
3)      Al Hasan Ibnu Ziyad al-Lu’lu’iyyi (133-204 H).[5]
4)      Abu Yusuf  Ya’kub bin Ibrahim Al Anshari
Selain ketiga ulama’ tersebut diatas, ada satu murid emas Abu Hanifah yang sangat berperan penting dalam penyebaran mazdhab ini. Beliau adalah Abu Yusuf[6] yang dilahirkan pada tahun 113 H. Beliau adalah orang yang pertama menyusun buku-buku menurut madzhabnya (hanafiyah), mendiktekan masalah-masalah dan menyiarkannya. Tersiarlah ilmu Abu Hanifah ke penjuru dunia.  Abu Yusuf rahimahullah meninggal pada tahun 183 H.[7]
Setelah Abu Hanifah wafat, Abu Yusuf menggantikan beliau sebagai guru pada perguruan Abu Hanifah. Selama 16 tahun ia meneruskan tugas gurunya. Disamping mengajar pada mejelis Imam Abu Hanifah, beliau juga menyusun buku-buku yang masing-masing membahas sekitar berbagai bagian detil ilmu fiqh yang beraneka ragam. Di dalamnya ia mencatat ucapan-ucapan Abu Hanifah sendiri, serta hukum-hukum yang telah disimpulkan dalam majelisnya. Ketika buku-buku ini tersebar di seluruh negri, tidak saja lingkungan-lingkungan ilmiah umum yang dipengaruhinya, tetapi buku-buku itu telah menguasai juga pikiran orang-orang kalangan peradilan dan mahkamah-mahkamah resmi dan menarik mereka lebih dekat ke fiqih Hanafi. Sebab pada waktu itu tidak ada ”pusaka” dalam ilmu fiqh yang tersusun rapi, yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka seperti catatan tentang hukum menurut madzhab Hanafi tersebut. Karena itu, sebagai akibat diselesaikannya karya ilmiah ini oleh Abu Yusuf, maka fiqh Hanafi, sebelum masuknya Abu Yusuf ke dalam lingkungan pemerintahan, telah sempat menguasai pikiran-pikiran serta berbagai macam transaksi sehingga tinggal menunggu saat dijadikan sebagai kitab undang-undang negara oleh kekuasaan politik yang sedang memerintah.[8]
Setelah sekian lama menjadi guru, kemudian beliau diangkat sebagai hakim. Jabatan ini dipegangnya selama 16 tahun yang diawali pada masa pemerintahaan Al-Mahdi hingga beliau wafat dimasa pemerintahan Harun al-Rashid. Ketika merasa ajalnya telah dekat ia menyesal, mengapa ia memilih jabatan tersebut dan tidak memilih hidup dalam kemiskinan.[9]
Kedudukannya sebagai hakim agung tidak disia-siakanya untuk menyebar luaskan Madzhab Hanafi. Ia tidak mengangkat seseorang menjadi hakim, kecuali kalau hakim tersebut menganut Madzhab Hanafi. Dengan dukungan kuat dari para khalifah maka tersebarlah Mazdhab Hanafi di negara-negara Barat sekitar tahun 400 H. hingga mendominasi di pulau Sicilia (bagian wilayah kekuasaan Italia sekarang). Di Mesir pada awal kekuasaan pemerintah Abbasiyah, Madzhab Hanafi tetap menjadi rujukan atau referensi bagi lembaga peradilan di Mesir.[10]
Peran pendukung mazdhab Hanafiyah ini sangatlah signifikan. Melalui karya-karya dan dakwah mereka itulah, Abu Hanifah dan madzhabnya berpengaruh sangat luas dalam dunia islam, khususnya mereka yang berhaluan sunni, sehingga pada masa pemerintahan dipegang oleh Khalifah Bani Abbasiyyah, madzhab abu Hanifah menjadi sebuah aliran madzhab yang paling banyak diikuti dan dianut oleh ummat islam, bahkan pada masa kerajaan Ustmani madzhab ini menjadi salah satu aliran madzhab resmi Negara dan sampai sekarang tetap menjadi kelompok mayoritas disamping aliran madzhab Syafi’i.[11]


b.      Madzhab Maliki
Imam Malik bin Anas, pendiri Madzhab Maliki, dilahirkan di Madinah tahun 93 H. beliau berasal dari Kabilah Yamania. Sejak kecil beliau telah hafal al Qur’an. Imam Malik meninggal dunia pada usia 86 tahun. Namun demikian, madzhab maliki tersebar luas dan dianut di banyak bagian di seluruh penjuru dunia.[12]
Kitab Al-Muwaththa’ merupakan salah satu faktor utama bagi tersebarnya madzhab Maliki di negeri-negeri Islam. Hasil karya sang imam ini telah membuat madzhabnya terkenal sejauh negeri Islam membentang.
Perkembangan madzhab Maliki tidak dapat lepas dari jasa para murid yang telah meriwayatkan dan menyebarkan madzhabnya setelah beliau wafat.
Adapun para sahabat dan murid Imam Malik yang sangat berjasa dalam mengembangkan madzhabnya adalah:
1)      Abdurrahman bin Al-Qasim Al-Mishriy
Beliau memiliki peranan penting dalam menulis madzhab Imam Malik, berguru kepada Imam Malik selama hampir dua puluh tahun, meriwayatkan kitab Al-Muwaththa’ dan periwayatannya termasuk yang paling shahih dan wafat pada tahun 192 H.[13]
2)      Abu Hasan Ali bin Ziyad At-Thusiy
Beliau merupakan seorang pakar hukum islam di Afrika, wafat pada tahun 183 H.
3)      Abu Abdillah Ziyah bin Abdurrahman al-Qurthuby (w.193 H.), pembuka madzhab Maliki di Andalusia.
4)      Isa bin Dinar al-Qurthuby al Andalusiy (pakar hukum islam di Andalusi. W. 212 H.)
5)      Yahya bin Yahya bin Khatir al-Laithy (penyebar madzhab Maliki di Andalusi. W 234 H.).
6)      Sahnun Abdus Salam bin Sa’id al-Tanukhi, penyusun kitab pegangan para ulama madzhab Maliki. W. 240 H.[14]
Itulah tokoh-tokoh yang berperan dalam penyebaran Madzhab Maliki. Hubungan mereka kepada Malik adalah hubungan murid kepada gurunya. Mereka hampir tidak pernah menyelisih keculi sedikit sekali.

c.       Madzhab Syafi’i
Pendiri Madzhab Syafi’i adalah Muhammad bin Idris As-Syafi’I Al-Quraisyi. Beliau dilahirkan di Ghazzah, pada tahun 150 H.Imam Syafi’i termasuk salah seorang imam Madzhab yang masuk ke dalam jajaran “Ahli al-sunnah wa al-jama’ah”, yang dalam bidang “furu’iyyah” ada dua kelompok, yaitu:”Ahl al-Hadits dan “Ahl al-Ra’yu” beliau sendiri termasuk “Ahl al-Hadits”.[15]
Diantara teman-teman dan murid-murid imam syafi’i yang turut berperan penting dalam penyebar luasan madzhabnya adalah sebagai berikut:
1)      Abu Ya’qub Yusuf bin Yahya Al-Bhuti
Beliau adalah murid yang paling senior di Mesir dan biasa menggantikan Imam Syafi’i mengajar dan memberi fatwa ketika beliau berhalangan hadir. Beliau adalah sebesar-besar teman Asy Syafi’I dari orang-orang Mesir. Beliau belajar fiqh pada Imam Syafi’i dan meriwayatkan hadits darinya. Beliau dijadikan pemimpin atas teman-temannya sesudah Syafi’i wafat.  Para imam yang tersebar di beberapa Negara belajar padanya, dan mereka menyebarkan ilmu As-Syafi’i ke berbagai penjuru dunia, beliau meninggal dunia pada tahun 231 H.
2)      Abu Utsman bin Sa’id Al-Anmati
Beliaulah orang yang menyebabkan terkenalnya buku-buku Asy Syafi’i di Baghdad dan meninggal pada tahun 288 H.



3)      Hasan bin Muhammad bin Shabah Az-Za’farani Al Baghdadi.
Beliau adalah perawi  madzhab qadim yang paling shahih, dan Kitab Iraqi dinisbatkan kepadanya. Beliaulah yang melakukan pembacaan dalam majlis As-Syafi’i. Beliau meninggal pada tahun 260 H.[16]
Orang-orang yang kami sebutkan di atas merupakan teman-teman As-syafi’i yang terkenal dan menjadi sumber dari orang-orang yang mempelajari ilmunya. Di samping itu mereka mempunyai banyak keistimewaan lain. Seperti halnya hubungan hubungan imam Malik dan teman-temannya, hubungan As-Syafi’I dan teman-temannya juga jarang   berselisih.

d.      Madzhab Hanbali
Imam Ahmad bin Hanbal dilahirkan pada tahun 164  H. Beliau wafat pada tahun 241 H. Kalangan yang berjasa menuliskan madzhab Imam Ahmad adalah murid-muridnya. Merekalah yang mengumpulkan pendapat dan fatwa sang imam, lalu menyusunya sesuai dengan urutan bab fiqh.
Adapun orang yang pertama menyebarkan madzhab Imam Ahamad adalah putranya yang bernama Shalih bin Ahmad bin Hanbal (wafat 266 H). Beliau menyebarkan madzhab ayahnya dengan cara mengirim surat kepada orang yang bertanya dengan jawaban yang pernah disampaikan oleh ayahnya, beliau pernah menjabat sebagai hakim, menukil pendapat ayahnya dan dan diterapkan langsung. Putra imam Ahmad yang pertama yang bernama Abdullah bin Ahmad (wafat 290 H) juga melakukan hal yang sama dengan mengumpulkan kitab Al-Musnad dan menyusunya serta menukilkan fiqh sang ayah, walaupun beliau banyak meriwayatkan hadist.[17]
Perlu diketahui bahwa madzhab Hanbali ini bisa dikatakan sebagai suatu madzhab yang perkembangannya kurang begitu luas, dimana pada awalnya berkembang di Baghdad, kemudian pada abad keempat hijriyyah dapat berkembang di luar Irak dan pada abad keenam dapat juga berkembang di Mesir.
Pada awalnya madzhab ini dihidupkan dan diperbaharui oleh beberapa mujtahid, seperti Ibnu Taimiyah dan muri-murid Ibnu Qayyim, lalu pada abad kedua belas dilakukan lagi pembaharuan oleh imam Muhammad bin Abdul Wahhab di Naajm dengan memmperbaharui system penyebarannya dalam bentuk gerakan, yang lazim dikenal dengan sebutan “Gerakan Wahhabi”. Dari pembaharuan system baru dalam penyebaran madzhab seperti itulah, maka madzhab Ibnu Hanbal berkembang dan menyebar secara signifikan di berbagai wilayah Saudi Arabiyyah, terutama pada masa kekuasaan dipegang oleh Raja Abdul Aziz dari keluarga Sa’ud, sehingga madzhab ini sampai sekarang masih menjadi madzhab resmi Negara dari kerajaan Arab Saudi, bahkan pengikutnya sampai Palestina, Syiria, Irak, dan lain-lain, yang secara keseluruahn jumlahnya tidak kurang dari tiga juta orang.
Ibnu Abdil Wahhab dengan gerakan Wahhabiyyahnya adalah seorang mujaddid dan sekaligus pembaharu madzhab Hanbali setelah Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qayyim dan termasuk juga “Ulama” salaf yang bertekad untuk mengembangkan dan mengembalikan ajaran Islam kepada sumber aslinya yaitu al-Qur’an dan al-hadist serta melenyapkan “Taqlid Buta” dengan melenyapkan segala bentuk Bid’ah keagamaan.[18]

e.      Madzhab Dzahiri
Madzhab ini didirikan dengan prinsip bahwa sumber hukum fiqh adalah dzahirnya  nash, baik dari al-quran dan sunnah, tidak ada ruang bagi logika dalam menentukan hukum syar’i. oleh karena itu, para pengikut madzhab ini menolak semua jenis logika, tidak menggunakan qiyas, istihsan, dzara’i, kemaslakhatan, maupun logika apapun bentuknya. Madzhab ini menolak qiyas karena ia akan membuka lebar pintu ijtihad dan semua orang dapat melakukan hal itu dalam menggali hukum. Dua orang yang menjadi pendiri dan penerang madzhab ini yaitu Dawud al-Asyafani dan Ibnu Hasm Al –Andalusi. Madzhab ini pertama kali muncul di Baghdad pada pertengahan abad ketiga hijriyyah.[19]
Pada masa Dawud Al-Ashafani Madzhab dzahiri tersebar luas pada zaman pendirinya walaupun banyak yang menentangnya, karena madzhab ini menentang taqlid secara mutlaq. Pengikutnya hanya sedikit dan lebih banyak menentangnya. Tersebarnya pemikiran madzhab ini tidak lepas dari hasil karya yang ditulis oleh Dawud Ash-Zhahiri. Semua hasil karyanya berupa kitab sunnah dan riwayat sahabat yang memuat berbagai dalil yang ditetapkan oleh madzhabnya. Perhatian para murid untuk menyebarkan kitab dan mengajak orang  kepada madzhab ini telah memberi dampak besar dalam penyebaran madzhab Asz-Zhahiri pada abad  ketiga dan keempat hijriyah di negeri timur. Sayang, setelah itu madzhab ini mulai hilang.
Dari penjelasan di atas terlihat bahwa penyebaran madzhab Dzahiri sangat terbatas pada zaman Dawud Al-ashafani, kemudian sedikit demi sedikit hilang dari permukaan.
Ketika Ibnu Hazm muncul pada abad kelima hijriyah, dengan segala usaha gigih dan ijtihadnya madzhab ini muncul kembali. Imam Ibnu Hazm membangun kembali madzhabnya dengan membuat dasar-dasar  madzhab dan menulisnya dalam kitab madzhab serta mengajak orang untuk menyebarkannya.[20]
Mereka para ulama’ mazdhab yang senantiasa mencurahkan segala tenaga untuk membela dan mempertahankan perkataan imam mazdhab. Bahkan terkadang perkataan imamnya menjadi seperti firman Allah SWT dan mereka tiada berani mengeluarkan fatwa tentang suatu masalah bila bertentangan dengan kesimpulan yg telah ditarik oleh imam mereka.
Selain faktor penyebaran mazdhab yang telah disebutkan, terdapat pula faktor lain yang mempengaruhi berkembangnya mazdhab, yakni faktor ta’asub (fanatisme mazdhab). Hal ini pula yang mempengaruhi semangat mereka dalam menyebarkan pemikiran imam mazdhabnya. Contoh dari adanya fanatisme ini adalah kultus terhadap imam-imam itu demikian mencolok dan berlebihan sampai-sampai Karkhi mengatakan “Setiap ayat atau hadits yang menyalahi pendapat shahabat-shahabat itu kita hendaklah ditakwilkan atau dinasakh.”.[21]
Adanya pelembagaan madzhab-madzhab ialah diantara faktor-faktor lain yang membantu tersebarnya semangat tradisonal ini, usaha yang dilakukan oleh para hartawan dan pihak penguasa dalam mendirikan sekolah-sekolah dimana pengajarannya terbatas pada suatu atau beberapa mazhab tertentu yang menyebabkan tertujunya perhatian para fuqoha’ terhadap mazhab-mazhab tersebut.[22]
Ada dampak yang tidak disadari dari semangat penyebaran mazdhab ini. Dampak-dampak itu diantaranya berpalingnya minat dari berijtihad karena mempertahankan pendapat mazdhabnya, adanya taqlid, umat Islam terpecah belah dalam golongan-golongan hingga mereka berselisih paham, para ulamanya hanya berkutat menghafalkan matan dan tidak mengenal kecuali istilah-istilah atau catatan-catatan lampiran bersama pendapat-pendapat yang dikemukakan serta sanggahannya hingga akhirnya Eropa pun menerkam dunia Islam.

C.         SIMPULAN

Dari pembahasan yang telah di paparkan, dapat ditarik simpulan bahwa perkembangan penyebaran mazdhab diantaranya karena faktor-faktor adanya gerakan kodifikasi pemikiran para imam mazdhab, usaha pengikut mazdhab yang gigih dalam menyebarkan mazdhab yang dianutnya, kecenderungan para penguasa dan masyarakat umum untuk memberikan kebebasan terhadap para hakim dalam memutuskan hukum, dan yang tidak kalah penting adalah adanya karya-karya imam mazdhab itu sendiri.
Peran para pendukung mazdhab ini sangatlah signifikan dimana dampaknya masih terasa sampai sekarang. Madzhab-madzhab fiqih yang berkembang di seluruh penjuru negeri bukan hanya karena usaha dari para Imam Madzhab itu sendiri melainkan juga atas jasa-jasa dari para murid dan pendukung-pendukung dari madzhab-madzhab tersebut yang senantiasa rela mengorbankan waktu, harta, bahkan jiwa mereka untuk mempertahankan dan menyebarluaskan madzhab yang mereka anut sehingga madzhab-madzhab tersebut dapat bertahan dan bahkan masih diikuti hingga sekarang.

DAFTAR PUSTAKA

Abutofa, Abu Yusuf, diakses dari http://abutofa.wordpress.com/2010/07/08/abu-yusuf/

http://www. Al-Warraq.com/ Maktabah al-Shamila/ Tarikh al-baghdadi.

Khallaf, Abd al-Wahab, 1968, Khulasah Tarikh Tashri’ Islami, Jakarta: al-Majlis A’la al-Indunisi, li al-Da’wah al-Islamiyah

Khalil, Rasyad Hanan, 2009, Tarikh Tasyri’ al-Islamiy, alih bahasa: Nadirsyah Hawari, Tarikh Tasyri’ Sejarah Legislasi Hukum Islam, Jakarta: Pustaka Azmah

Mughniyah, Muhammad Jawad, 2010, Fiqih Lima Madzhab, Jakarta : Penerbit Lentera

Zein, Muhammad Ma’sum, 2008, Arus Pemikiran Empat Madzhab, Jatim : Darul Hikmah

Zuhri, Muhammad,1980, Tarjamah Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islami, Indonesia: Daarul Ihya

__________, Sejarah Perkembangan Fiqh dan Meredupnya, diakses dari http://blog.re.or.id/sejarah-perkembangan-fiqh-dan-meredupnya.htm



[1] Muhammad Ma’sum Zein, Arus Pemikiran Empat Madzhab,  (Jatim : Darul Hikmah, 2008), hal.114
[2] Rasyad Hanan Khalil, Tarikh Tasyri’ al-islamiy, alih bahasa: Nadirsyah Hawari, Tarikh Tasyri’ Sejarah Legislasi Hukum Islam, (Jakarta, Azmah, 2009), hal. 178
[3] Ibid. hal:  172
[4] Muhammad Zuhri.,Tarjamah Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islami, (Indonesia : Daarul Ihya,1980), hal. 412-413
[5] Muhammad Ma’shum Zein, Arus Pemikiran… op., cit., hal. 138-139
[6] Nama lengkapnya Ya’qub Ibn Ibrahim Ibn Habib Ibn Sa’ad Ibn Bujair, Sa’ad Ibn Bujair juga dikenal dengan nama Sa’ad Ibn Habtah, berasal dari salah satu suku bangsa Arab bernama Bujailah. Keluarganya disebut Ansari karena dari pihak ibu Sa’ad yaitu Habtah, masih mempunyai hubungan darah dengan kaum Anshar. Sementara Sa’ad sendiri adalah seorang sahabat Nabi. Beliau termasuk dari salah satu sahabat yang menawarkan diri untuk dijadikan sebagai anggota pasukan tempur dalam menghadapi orang-orang kafir pada perang Uhud. Namun pengajuan mereka ditolak oleh Nabi, mengingat usia mereka yang masih terlalu muda untuk dijadikan sebagai anggota pasukan. Abutofa, Abu Yusuf, diakses dari http://abutofa.wordpress.com/2010/07/08/abu-yusuf/ pada 23 Januari 2011
[7] Rasyad Hanan Khalil, op., cit. hal. 173
[8] Abutofa, op., cit.
[9] http://www. Al-Warraq.com/ Maktabah al-Shamila/ Tarikh al-baghdadi.
[10] Abd al-Wahab Khallaf, Khulasah Tarikh Tashri’ Islami, ( Jakarta: al-Majlis A’la al-Indunisi, li al-Da’wah al-Islamiyah, 1968), 86-87.
[11] Muhammad Ma’shum Zein, Arus Pemikiran… op., cit., hal. 139        
[12] Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Lima Madzhab, (Jakarta : Penerbit Lentera, 2010) cet 1, hal. xxvii
[13] Rasyad Hanan Khalil, op., cit., hal.182
[14] Muhammad Ma’shum Zein, Arus Pemikiran…., hal. 156
[15] Ibid, hal.162
[16]  Muhammad Zuhri, Tarjamah Tarikh…., hal. 443
[17] Rasyad Hanan Khalil, Tarikh…., hal. 197
[18] Muhammad Ma’shum Zein,  Arus Pemikiran…., hal: 196-197
[19] Ibid, hal. 200
[20] Ibid, hal: 203-204
[21] Sejarah Perkembangan Fiqh dan Meredupnya, diakses dari http://blog.re.or.id/sejarah-perkembangan-fiqh-dan-meredupnya.htm , pada 22 januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

FIQH KURBAN DAN AQIQAH

 FIQH KURBAN DAN AQIQAH  (Diterjemahkan Dari Kitab Fathul Qarib)  Oleh: Sukabul, S.Sy. (Penyuluh Agama Islam KUA Kec. Ayah) فَصْلٌ فِي أَحْك...