Sabtu, 29 Januari 2011

MENGENAL HADITS
MUSNAD MUTTASHIL DAN MUSALSAL


MUSNAD
Kata musnad dalam lughot al-‘arabiyah adalah isim maf’ul dari kata kerja lampau اسند yang berarti menyandarkan atau membangsakan. Adapun Hadits musnad dalam terminologi musthalah al-hadits ialah hadits yang sanad dan rawinya muttashil hingga kepada nabi Muhammad saw.
Maka telah jelas dari definisi di atas bahwa hadits musnad mempunyai dua syarat yakni :
1) haditsnya harus sampai (marfu’) kepada nabi.
2) Sanad hadits muttashil
Dari kedua uraian syarat di atas kemudian Muhammad bin ‘alwy al-Maliky menjelaskan lebih jauh yaitu bahwa hadits-hadits yang tidak mencapai derajat marfu’ bukan termasuk dalam klasifikasi hadits musnad seperti halnya hadits mauquf dan maqthu’. Begitu juga hadits yang tidak mencapai derajat muttasil bukan termasuk ke dalam pembagian hadits musnad. Seperti hadits mursal, munqathi’ mu’dhal dan mu’allaq.
Ta’rif yang telah dijabarkan di atas adalah ta’rif yang masyhur. Karena ada yang berpendapat bahwa hadits musnad adalah hadis yang marfu’ secara mutlak. Maka menurut pendapat ini hadis musnad tidak disyaratkan muttasil sanadnya.
Dan ada pula yang berpendapat bahwa hadits musnad ialah hadits yang muttasil sanadnya secara mutlak, maka menurut pendapat ini hadits musnad tidak disyaratkan marfu’.
Dalam ba’it al-fiyah-nya al-syuyuti mengatakan :
المسند المرفوع ذو اتصل وقيل اول وقيل التالي
Artinya :
Hadis musnad adalah hadis yang marfu’ dan muttasil
Dikatakan musnad adalah hadis marfu’, dan dikatakan pula musnad adalah hadis muttasil.
MUTTASHIL
Muttashil secara bahasa berarti bersambung sedangkan menurut ishtilah muhadditsin muttashil adalah hadits yang sanadnya bersambung-sambung dari setiap rawinya. Baik sampai kepada nabi atau kepada sahabat. Istilah lain dari hadits muttasil adalah hadits mausul.
Di tinjau dari dhahirnya definisi hadits muttasil di atas, maka mafhum kita aqwal al-Tabi’in (ucapan tabi’in) dan aqwal generasi sesudahnya masuk dalam klasifikasi hadits muttashil ketika sanad-sanadnya memang sampai kepada mereka. Maka apabila sanad tersebut ittishal (bersambung) pada ucapan tabi’in maka dinamakan hadis muttashil. Namun perlu diperhatikan bahwa istilah yang digunakan dalam disiplin ilmu ushul al-hadits untuk menyebut sesuatu yang disandarkan pada tabi’in ialah maqthu’.
Ibnu sholah berpendapat bahwasanya hadits muttashil yang tidak memuat sanad yang disandarkan pada tabi’in disebut hadis maqthu’, dan apabila hadits muttashil tersebut memuat sanad yang disandarkan pada tabi’in maka di sebut marfu’ dan mauquf.
Imam Al-‘Iraqy mengambil jalan tengah dengan berpendapat secara moderat. Beliau mengatakan bahwasanya jika berita itu hanya berhenti pada tabi’in saja meskipun sanadnya bersambung-sambung tidak boleh dikatakan muttashil secara mutlak, kecuali harus di sertai dengan qayyid (penjelasan) sampai pada siapa persambungan itu terjadi. Misalnya dengan mengucapkan :
هذا متصل الي سعيد بن مسيب او الي الزهري او الي مالك
“ Berita ini bersambung pada Sa’id bin Musayyab atau kepada zuhry atau kepada malik ”,
Pendapat ini adalah pendapat yang hasan. Karena pada dasarnya hadits yang disandarkan kepada tabi’in menurut istilah yang berlaku dalam ilmu ushul hadits di sebut dengan maqthu’.
Dikatakan sanad bersambung-sambung yaitu apabila masing-masing dari perawi hadits mendengar langsung dari gurunya atau mendapat ijazahnya. Jika ada rawi yang digugurkan misalnya seorang sahabat, maka hadits tersebut dinamakan hadits mursal. Jika tabi’in yang digugurkan maka disebut hadits munqathi’ dan jika dua rawi digugurkan berturut-turut maka dinamakan hadits mu’dhal.
MUSALSAL
Hadits musalsal menurut ulama’ jumhur al-muhadditsin adalah hadits yang rawi-rawi (sanad)nya saling mengikuti seorang demi seseorang tentang suatu sifat. Baik sifat tersebut terdapat pada perawi atau pada sanadnya.
Sifat yang terdapat pada sanad berhubungan dengan tiga hal, yaitu sifat al-ada’ (penyampaian), zaman periwayatan dan tempat periwayatan. Dan sifat perawi hadis adakalanya berupa qoul (ucapan), fi’l (perbuatan) atau qoul dan fi’l secara bersamaan.
Hadits musalsal ini diklasifikasikan menjadi lima. Adapun pembahasan dari kelima pembagian tersebut adalah sebagai berikut :
1. al-qouliyah. Contoh ucapan nabi saw kepada mu’azd ra.
يا معاذ اني احبك فقل دبر كل صلاة " اللهم اعني علي ذكرك وشكرك ".
Artinya : Wahai mu’azd sesungguhnya aku mencintaimu. Maka dari itu ucapkanlah setiap akhir shalat “ ya Allah tolonglah aku untuk berzdikir dan bersukur kepadaMu.”
Para rawi hadis dalam meriwayatkan hadis mu’azd tersebut selalu menggunakan kata uhibbuka yang mana kata tersebut sebenarnya hanya khusus pujian nabi kepada mu’azd. Maka dari itu hadis tersebut dinamakan musalsal bi al-mahabbah.
2. al-fi’liyah. Misalnya hadits Abi hurairah ra.
شبك بيدي ابو القاسم وقال خلق الله الارض يوم السبت
Artinya : Abu al-qasim (nabi muhammad) saw. Menjalinkan jari-jarinya dengan jari-jariku seraya berkata “ Allah menjadikan bumi pada hari sabtu”.
Abu harirah dan rawi-rawi setelahnya dalam meriwayatkan hadits tersebut selalu menjalinkan jari-jarinya kepada orang yang menerima hadits ini. Maka hadis riwayat abi hurairah di atas dinamakan musalsal bi al-musabbakah karena dalam setiap periwayatannya selalu menjalinkan jari-jari rawi.
3. al-zamaniyah. Misalnya hadis ibnu abbas ra.
شهدت مع رسول الله صلي الله عليه وسلمفي يوم عيد الفطر او اضحي فلما فرغ من الصلاة اقبل علينا بوجهه فقال ايها الناس قد اصبتم خيرا فمن احب ان ينصرف فالينصرف ومن احب ان يقيم حتي يسمع الخطبة فاليقم
Artinya : Aku hadir bersama rasulullah pada shalat hari ‘idain (idul fitri dan ‘idul adha). Setelah selesai shalat nabi memandang kepada kita kemudian bersabda “ wahai manusia kalian semua telah memperoleh kebaikan. Maka siapa yang ingin pulang pulanglah dan siapa yang ingin tinggal mendengarkan khutbah tertaplah.”
4. al-makaniyah. Misalnya hadits ibnu ‘abbas tentang doa yang mustajab yang diucapkan disuatu tempat tertentu yang disebut dengan multazam. Kata ibnu ‘abbas ra.
ما دعا احد في هذا الملتزم الا استجيب له. وقال ابن عباس " وانا ماذعوت الله فيه الا استجيب لي "
Artinya : Tidaklah seorang mendoa di multazam ini, kecuali selalu dikabulkan. Ibnu ‘abbas selanjutnya berkata aku tidak mendoa kepada Allah ditempat ini selain selalu dikabulkan olehnya.
Demikianlah setiap rawi yang mendoa ditempat tersebut selalu dikabulka-Nya.
5. al-washfiyah. Semisal setiap perawi hadits dari awal sampai akhir sanad selalu mengatakan sami’tu fulanan (aku mendengar dari sifulan…).
Hukum hadits musalsal
Hukum hadits musalsal itu ada kalanya :
1) sifat musalsalnya tidak sahih tetapi matan haditsnya sahih. Seperti hadits musalsal musabbakah (menjalinkan jari-jari) yang telah kami paparkan sebelumnya. Menurut pendapat al-syakhawi bahwa matan hadits musabbakah tersebut sahih karena terdapat dalam di dalam kita Bukhari dan Muslim. Akan tetapi tasalsul-nya masih menjadi khilaf antar ulama’.
2) Sifat tasalsul dan matannya tidak sahih. misalnya hadits yang ditahkrijkan ibnu ‘atha’ sebagai berikut :
با لله العظيم لقد حدثني جبريل وقال با لله العظيم لقد حدثني مكاييل وقال با لله العظيم لقد حدثني اسرافيل وقال قال الله تبارك وتعالي يا اسرافيل بعزتي وجلالي وجودي وكرمي من قرأ بسم الله الرحمن الرحيم متصلا بفاتحة الكتاب مرة واحدة اشهدوا علي اني قد غفرت له وقبلت منه الحسنات وتجاوزت منه عنه السيأت...الحديث
Artinya : Demi Allah yang maha agung, sungguh jibril telah bercerita padaku, ujarnya : demi Allah yang maha agung, sungguh mikail telah bercerita padaku ujarnya : demi Allah yang maha agung, sungguh israfil telah bercerita padaku, ujarnya : Allah tabaraka wa ta’ala berfirman : wahai israfil dengan kegagahan-Ku, keagungan-Ku, kedermawanan-Ku dan kemurahan-Ku maka barang siapa membaca basmalah terus disambung dengan fatihah satu kali, saksikanlah pada-Ku, bahwa aku mengampuni dosa-dosanya, menerima kebajikannya, menghapus kejelekannya...al-hadits.
Menurut al-hafidz al-Sakhawy redaksi dan susunan adalah batal sama sekali baik dari segi tasalsulnya maupun ddari matannya.
3) Tasalsul tidak selalu terjadi terus menerus pada seluruh rawi yang menerimanya, tetapi ada kalanya terputus di awal, di tengah atau di akhirnya. Misalnya hadits :
الراحمون يرحمهم الرحمن, ارحموا من في الارض يرحمكم من في السماء
Artinya : Para pengasih itu akan dikasihi oleh zdat yang maha pengasih. Karena itu kasihilah orang-orang yang ada di bumi maka orang-orang yang ada di langit akan mengasihimu sekalian.
Hadits tersebut hanya bertasalsul kepada ibnu ‘uyainah (yang pertama menerima hadits) dari ibnu dinar, dan dari ibnu dinar (yang pertama menerima) dari Abu qabus dan Abu qabus (yang pertama menerima) dari ‘abdullah bin ‘amr (yang pertama menerima) dari nabi muhammad saw. Setiap rawi yang meriwayatkan hadits tersebut mengatakan : “ inilah hadits yang pertama saya dengar dari guru saya.”
Jadi hadits tersebut merupakan hadits yang pertama diterimanya dari gurunya kemudian disampaikan kepada orang-orang yang baru pertama kali menerima hadits darinya.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KILAS SEJARAH DINASTI UMAYAH

Dinasti Bani Umayah adalah sebuah dinasti yang berkuasa dalam dunia Islam dari tahun 661 hingga 750 M. Dinasti ini didirikan setelah kematia...