Kamis, 12 Agustus 2010

Syaikh Nawawi Al-Banteni

ayid ’Ulamail Hijaz adalah gelar yang disandangnya. Sayid adalah penghulu, sedangkan Hijaz wilayah Saudi sekarang, yang di dalamnya termasuk Mekah dan Madinah. Dialah Syekh Muhammad Nawawi, yang lebih dikenal orang Mekah sebagai Nawawi al-Bantani, atau Nawawi al-Jawi seperti tercantum dalam kitab-kitabnya.

Al-Bantani menunjukkan bahwa ia berasal dari Banten, sedangkan sebutan al-Jawi mengindikasikan musalnya yang Jawah, sebutan untuk para pendatang Nusantara karena nama Indonesia kala itu belum dikenal. Kalangan pesantren sekarang menyebut ulama yang juga digelari asy-Syaikh al-Fakih itu sebagai Nawawi Banten.

Muhammad Nawawi lahir pada 1230 H (1815 M) di Tanara, sekitar 25 km arah utara Kota Serang. Ayahnya, Umar ibnu Arabi, adalah penghulu setempat. Ia sendiri yang mengajar putra-putranya (Nawawi, Tamim, dan Ahmad) pengetahuan dasar bahasa Arab, Fikih, dan Tafsir.

Kemudian mereka melanjutkan pelajaran ke Kiai Sahal, masih di Banten, dan setelah itu mesantren ke Purwakarta, Jawa Barat, kepada Kiai Yusuf yang banyak santrinya dari seluruh Jawa. Masih remaja ketika mereka menunaikan ibadah haji, Nawawi baru berusia 15 tahun, dan tinggal selama tiga tahun di mekah. Tapi, kehidupan intelektual Kota Suci itu rupanya mengiang-ngiang dalam diri si sulung, sehingga tidak lama setelah tiba di Banten ia mohon dikembalikan lagi ke Mekah. Dan di sanalah ia tinggal sampai akhir hayatnya. Ia wafat pada 25 Syawwal 1314 H/1897 M. Kabar lain menyebutkan kembalinya ke Tanah Suci, setelah setahun di Tanara meneruskan pengajaran ayahnya, disebabkan situasi politik yang tidak menguntungkan. Agaknya keduanya benar.

Di Mekah, selama 30 tahun Nawawi belajar pada ulama-ulama terkenal seperti Syekh Abdul Gani Bima, Syekh Yusuf Sumbulaweni, Syekh Nahrawi, dan Abdul Hamid Daghestani, selain pada Khatib Sambas, pemimpin tarekat Qadiriah, penulis kitab Fathul Arifin, bacaan pengamal tarekat di Asia Tenggara. Samba juga merupakan guru tokoh di balik pemberontakan petani Banten (1888), KH Abdul Karim alias Kiai Agung, yang menjelang ajal sang guru dipanggil kembali ke Mekah untuk menggantikan kedudukannya.

Dalam penggambaran Snouck Hurgronje, Syekh Nawawi adalah orang yang rendah hati. Dia memang menerima cium tangan dari hampir semua orang di Mekah, khususnyan orang Jawa, tapi itu hanya sebagai penghormatan kepada ilmu. Kalau ada orang yang meminta nasihatnya di bidang fikih, dia tidak pernah menolaknya.

Snouck Hurgronje pernah menanyakan, mengapa dia tidak mengajar di Masjid al-Haram, Syekh Nawawi menjawab bahwa pakaiannya yang jelek dan kepribadiannya yang tidak cocok dengan kemulian seorang profesor berbangsa Arab. Sesudah itu Snouck mengatakan bahwa banyak orang yang tidak berpengetahuan tidak sedalam dia, toh mengajar di sana juga. Nawawi menjawab, “Kalau mereka diizinkan mengajar di sana, pastilah mereka cukup berjasa untuk itu”.(Lihat, Steenbrink, Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia, h. 117-122)

Pada tahun 1860-1970, Nawawi mulai aktif memberi pengajaran. Tapi itu dijalaninya hanya pada waktu-waktu senggang, sebab antara tahun-tahun tersebut ia sudah sibuk menulis buku-buku. Di antara murid-muridnya yang berasal dari Indonesia adalah:

1. KH Hasyim Asy’ari, Tebuireng, Jombang, Jawa Timur. Kelak bersama KH Wahab Hasbullah mendirikan Nahdlatul Ulama (NU).
2. KH Khalil, Bangkalan, Madura, Jawa Timur.
3. KH Mahfudh at-Tarmisi, Tremas, Jawa Timur.
4. KH Asy’ari, Bawean, yang kemudian diambil mantu oleh Syekh Nawawi dinikahkan dengan putrinya, Nyi Maryam.
5. KH Nahjun, Kampung Gunung, Mauk, Tangerang, yang dijadikan mantunya (cucu).
6. KH Asnawi, Caringin, Labuan (kelak memimpin Sarekat islam di Banten).
7. KH Ilyas, Kragilan, Serang.
8. KH Abdul Ghaffar, Tirtayasa, Serang.
9. KH Tubagus Bakri, Sempur, Purwakarta.
10. KH Mas Muhammad Arsyad Thawil, Tanara, Serang, yang kemudian dibuang Belanda ke Manado, Sulawesi Utara, karena peristiwa Geger Cilegon.

Mata pelajaran yang diajarkan Nawawi meliputi Fikih, Ilmu Kalam, Tasawuf/Akhlak, Tafsir, dan Bahasa Arab.

Karya-karyanya

Setelah tahun 1870 Nawawi memusatkan kegiatannya hanya untuk mengarang. Dan boleh dikata, Nawawi adalah penulis yang subur, kurang lebih dari 80 kitab yang dikarangnya. Tulisan-tulisannya meliputi karya pendek, berupa berbagai pedoman ibadah praktis, sampai tafsir al-Qur’an – sebagian besarnya merupakan syarah kitab-kitab para pengarang besar terdahulu.

Berikut contoh beberapa karya Nawawi, mulai dari fikih, tafsir, sampai bahasa Arab, yang kita kutip dari H Rafiuddin (Sejarah Hidup dan Silsilah al-Syeikh Kyai Muhammad Nawawi Tanari, 1399 H):

1. Sulam al-Munajah, syarah atas kitab Safinah ash-Shalah, karya Abdullah ibn Umar al-Hadrami.
2. Al-Tsimar al-Yaniat fi riyadl al-Badi’ah, syarah atas kitab Al-Riyadl al-Badi’ah fi Ushul ad-Din wa Ba’dhu furu’usy Sar’iyyah ’ala Imam asy-Syafi’i karya Syekh Muhammad Hasballah ibn Sulaiman.
3. Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Jawazain, kitab fikih mengenai hak dan kewajiban suami-istri
4. Nihayatuz Zain fi Irsyad al-Mubtadiin, syarah atas kitab Qurratul ’aini bi muhimmati ad-din, karya Zainuddin Abdul Aziz al-Maliburi.
5. Bahjat al-Wasil bi Syarhil Masil, syarah atas kitab Ar-Rasail al-Jami’ah Baina Ushul ad-Din wal-Fiqh wat-Tasawuf, karya Sayid Ahmad ibn Zein al-Habsyi.
6. Qut al-Habib al-Ghaib, Hasyiyah atas syarah Fathul Gharib al-Mujib karya Muhammad ibn Qasyim al-Syafi’i.
7. Asy-Syu’ba al-Imaniyyat, ringkasan atas dua kitab yaitu Niqayyah karya al-Sayuthi dan al-Futuhat al-Makiyyah karya Syekh Muhammad ibn Ali.
8. Marraqiyyul ’Ubudiyyat, syarah atas kitab Bidayatul Hidayah karya Abu hamid ibn Muhammad al-Ghazali .
9. Tanqih al-Qaul al-Hadits, syarah atas kitab Lubab al-Hadits karya al-Hafidz Jalaluddin Abdul Rahim ibn Abu Bakar as-Sayuthi.
10. Murah Labib li Kasyfi Ma’na al-Qur’an al-Majid, juga dikenal sebagai Tafsir Munir.
11. Qami’al Thughyan, syarah atas Syu’ub al Iman, karya Syekh Zaenuddin ibn Ali ibn Muhammad al-Malibari.
12. Salalim al-Fudlala, ringkasan/risalah terhadap kitab Hidayatul Azkiya ila Thariqil Awliya, karya Zeinuddin ibn Ali al-Ma’bari al-Malibari.
13. Nasaih al-Ibad, syarah atas kitab Masa’il Abi Laits, karya Imam Abi Laits.
14. Minqat asy-Syu’ud at-Tasdiq, syarah dari Sulam at-Taufiq karya Syeikh Abdullah ibn Husain ibn Halim ibn Muhammad ibn Hasyim Ba’lawi.
15. Kasyifatus Saja, syarah atas kitab Syafinah an-Najah, karya Syekh Salim ibn Sumair al-Hadrami.

Dalam pada itu, YA Sarkis menyebut 38 karya Nawawi yang penting, yang sebagiannya diterbitkan di Mesir. Misalnya Murah Labib, yang juga dikenal sebagai Tafsir Munir.

Berikut beberapa contoh karya Nawawi yang penting yang terbit di Mesir (Dhofier, 86):

1. Syarah al-Jurumiyah, isinya tentang tata bahasa Arab, terbit tahun 1881.
2. Lubab al-Bayan (1884).
3. Dhariyat al-Yaqin, isinya tentang doktrin-doktrin Islam, dan merupakan komentar atas karya Syekh sanusi, terbit tahun 1886.
4. Fathul Mujib. Buku ini merupakan komentar atas karya ad-Durr al-Farid, karya Syekh Nahrawi (guru Nawawi) terbit tahun 1881.
5. Dua jilid komentar tentang syair maulid karya al-Barzanji. Karya ini sangat penting sebab selalu dibacakan dalam perayaan-perayaan maulid.
6. Syarah Isra’ Mi’raj, juga karangan al-Barzanji.
7. Syarah tentang syair Asmaul Husna.
8. Syarah Manasik Haji karangan Syarbini terbit tahun 1880.
9. Syarah Suluk al-Jiddah (1883)
10. Syarah Sullam al-Munajah (1884) yang membahas berbagai persoalan ibadah.
11. Tafsir Murah Labib.

Syekh Nawawi menjadi terkenal dan dihormati karena keahliannya menerangkan kata-kata dan kalimat-kalimat Arab yang artinya tidak jelas atau sulit dimengerti yang tertulis dalam syair terkenal yang bernafaskan keagamaan. Kemasyhuran Nawawi terkenal di hampir seluruh dunia Arab. Karya-karyanya banyak beredar terutama di negara-negara yang menganut faham Syafi’iyah. Di Kairo, Mesir, ia sangat terkenal. Tafsirnya Murah Labib yang terbit di sana diakui mutunya dan memuat persoalan-persoalan penting sebagai hasil diskusi dan perdebatannya dengan ulama al-Azhar.

Di Indonesia khususnya di kalangan pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan Islam, serta peminat kajian Islam Syekh Nawawi tentu saja sangat terkenal. Sebagian kitabnya secara luas dipelajari di pesantren-pesantren Jawa, selain di lembaga-lembaga tradisional di Timur tengah, dan berbagai pemikirannya menjadi kajian para sarjana, baik yang dituangkan dalam skripsi, tesis, disertasi, atau paper-paper ilmiah, di dalam maupun luar negeri.

Beberapa karya ilmiah tentang Syekh Nawawi yang ditulis sarjana kita antara lain:

1. Ahmad Asnawi, Pemikiran Syekh Nawawi al-Bantani tentang Af’al al-’Ibad (Perbuatan Manusia), (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1984).
2. Ahmad Asnawi, Penafsiran Syekh Muhammad nawawi tentang Ayat-ayat Qadar. (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1987).
3. Hazbini, Kitab Ilmu Tafsir Karya Syeikh Muhammad Nawawi, (Tesis Magister IAIN Jakarta, 1996).
4. MA Tihami, Pemikiran Fiqh al-Syeikh Muhammad Nawawi al-Bantani, (Disertasi Doktor IAIN Jakarta, 1998).
5. Sri Mulyati, Sufism in Indonesia: Analysisof Nawawi al-Bantani’s Salalim al-Fudhala, (Tesis Mgister McGill University, Kanada, 1992).
6. Muslim Ibrahim Abdur Rauf, Al-Syeikh Muhammad Nawawi al-Jawi: Hayatuhu wa Atsaruhu fi al-Fiqh al-Islami. (Tesis Magister, Al-Azhar University, Kairo, 1979).

Nawawi dan Polotik Kolonialisme

Syekh Nawawi memang tidak seaktif Syekh Nahrawi yang menyerukan jihad dalam menghadapi kekuasaan asing di Nusantara. Toh dia merasa bersyukur juga ketika mendengar betapa Belanda menghadapi banyak kesulitan di Aceh. Dalam pembicaraannya dengan Snouck Hurgronje, dia tidak menyetujui pendapat bahwa tanah Jawa harus diperintah oleh orang Eropa.

“Andaikata Kesultanan Banten akan dihidupkan kembali, atau andaikata sebuah negara Islam independen akan didirikan di sana, pasti dia akan betul-betul merupakan kegiatan suatu kelompok orang fanatik yang tidak teratur,” kata Hurgronje, yang pernah menetap selama enam bulan di Mekah (dalam penyamaran), 1884-1885. Tak heran, jika ia memandang pemberontakan petani di Cilegon (1888) yang dipimpin KH Wasid, sebagai jihad yang diperintahkan.(suryana sudrajat dan abdul malik/artikel ini juga bisa dibaca di buku Jejak Ulama Banten, dari Syekh Nawawi Hingga Abuya Dimyati, penerbit Humas Setda Provinsi Banten, 2004)

syaikh Dalhar

Syaikh Dalhar

Kelahiran & Nasabnya
Mbah Kyai Dalhar lahir di komplek pesantren Darussalam, Watucongol, Muntilan, Magelang pada hari Rabu, 10 Syawal 1286 H atau 10 Syawal 1798 – Je (12 Januari 1870 M). Ketika lahir beliau diberi nama oleh ayahnya dengan nama Nahrowi. Ayahnya adalah seorang mudda'i ilallah bernama Abdurrahman bin Abdurrauf bin Hasan Tuqo. Kyai Abdurrauf adalah salah seorang panglima perang Pangeran Diponegoro. Nasab Kyai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada Sunan Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Oleh karenanya sebagai keturunan raja, Kyai Hasan Tuqo juga mempunyai nama lain dengan sebutan Raden Bagus Kemuning.

Diriwayatkan, Kyai Hasan Tuqo keluar dari komplek keraton karena beliau memang lebih senang mempelajari ilmu agama daripada hidup dalam kepriyayian. Belakangan waktu baru diketahui jika beliau hidup menyepi didaerah Godean, Yogyakarta. Sekarang desa tempat beliau tinggal dikenal dengan nama desa Tetuko. Sementara itu salah seorang putera beliau yang bernama Abdurrauf juga mengikuti jejak ayahnya yaitu senang mengkaji ilmu agama. Namun ketika Pangeran Diponegoro membutuhkan kemampuan beliau untuk bersama – sama memerangi penjajah Belanda, Abdurrauf tergerak hatinya untuk membantu sang Pangeran.

Dalam gerilyanya, pasukan Pangeran Diponegoro sempat mempertahankan wilayah Magelang dari penjajahan secara habis – habisan. Karena Magelang bagi pandangan militer Belanda nilainya amat strategis untuk penguasaan teritori lintas Kedu. Oleh karenanya, Pangeran Diponegoro membutuhkan figure – figure yang dapat membantu perjuangan beliau melawan Belanda sekaligus dapat menguatkan ruhul jihad dimasyarakat. Menilik dari kelebihan yang dimilikinya serta beratnya perjuangan waktu itu maka diputuskanlah agar Abdurrauf diserahi tugas untuk mempertahankan serta menjaga wilayah Muntilan dan sekitarnya. Untuk ini Abdurrauf kemudian tinggal di dukuh Tempur, Desa Gunung Pring, Kecamatan Muntilan. Beliau lalu membangun sebuah pesantren sehingga masyhurlah namanya menjadi Kyai Abdurrauf.

Pesantren Kyai Abdurrauf ini dilanjutkan oleh puteranya yang bernama Abdurrahman. Namun letaknya bergeser ke sebelah utara ditempat yang sekarang dikenal dengan dukuh Santren (masih dalam desa Gunung Pring). Sementara ketika masa dewasa mbah Kyai Dalhar, beliau juga meneruskan pesantren ayahnya (Kyai Abdurrahman) hanya saja letaknya juga dieser kearah sebelah barat ditempat yang sekarang bernama Watu Congol. Adapun kisah ini ada uraiannya secara tersendiri.

Ta'lim dan rihlahnyaMbah Kyai Dalhar adalah seorang yang dilahirkan dalam ruang lingkup kehidupan pesantren. Oleh karenanya semenjak kecil beliau telah diarahkan oleh ayahnya untuk senantiasa mencintai ilmu agama. Pada masa kanak – kanaknya, beliau belajar Al-Qur'an dan beberapa dasar ilmu keagamaan pada ayahnya sendiri yaitu Kyai Abdurrahman. Menginjak usia 13 tahun, mbah Kyai Dalhar mulia belajar mondok. Ia dititipkan oleh sang ayah pada Mbah Kyai Mad Ushul (begitu sebutan masyhurnya) di Dukuh Mbawang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang. Disini beliau belajar ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun.

Sesudah dari Salaman, mbah Kyai Dalhar dibawa oleh ayahnya ke Pondok Pesantren Al-Kahfi Somalangu, Kebumen. Saat itu beliau berusia 15 tahun. Oleh ayahnya, mbah Kyai Dalhar diserahkan pendidikannya pada Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani atau yang ma'ruf dengan laqobnya Syeikh Abdul Kahfi Ats-Tsani. Delapan tahun mbah Kyai Dalhar belajar di pesantren ini. Dan selama di pesantren beliau berkhidmah di ndalem pengasuh. Itu terjadi karena atas dasar permintaan ayah beliau sendiri pada Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani.

Kurang lebih pada tahun 1314 H/1896 M, mbah Kyai Dalhar diminta oleh gurunya yaitu Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki – laki tertuanya yang bernama Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani thalabul ilmi ke Makkah Musyarrafah. Dalam kejadian bersejarah ini ada kisah menarik yang perlu disuri tauladani atas ketaatan dan keta'dziman mbah Kyai Dalhar pada gurunya. Namun akan kita tulis pada segmen lainnya.

Syeikh As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani punya keinginan menyerahkan pendidikan puteranya yang bernama Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani kepada shahib beliau yang berada di Makkah dan menjadi mufti syafi'iyyah waktu itu bernama Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani (ayah Syeikh As_Sayid Muhammad Sa'id Babashol Al-Hasani). Sayid Abdurrahman Al-Hasani bersama mbah Kyai Dalhar berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung Mas, Semarang. Dikisahkan selama perjalanan dari Kebumen, singgah di Muntilan dan kemudian lanjut sampai di Semarang, saking ta'dzimnya mbah Kyai Dalhar kepada putera gurunya, beliau memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang dikendarai oleh Sayid Abdurrahman. Padahal Sayid Abdurrahman telah mempersilahkan mbah Kyai Dalhar agar naik kuda bersama. Namun itulah sikap yang diambil oleh sosok mbah Kyai Dalhar. Subhanallah.

Sesampainya di Makkah (waktu itu masih bernama Hejaz), mbah Kyai Dalhar dan Sayid Abdurrahman tinggal di rubath (asrama tempat para santri tinggal) Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani yaitu didaerah Misfalah. Sayid Abdurrahman dalam rihlah ini hanya sempat belajar pada Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani selama 3 bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hejaz untuk memimpin kaum muslimin mempertahankan Makkah dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara itu mbah Kyai Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar ditanah suci tersebut hingga mencapai waktu 25 tahun.

Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani inilah yang kemudian memberi nama "Dalhar" pada mbah Kyai Dalhar. Hingga ahirnya beliau memakai nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau. Dan Dalhar adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah Swt, mbah Kyai Nahrowi Dalhar dibelakang waktu lebih masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai "Dalhar". Allahu Akbar.

Ketika berada di Hejaz inilah mbah Kyai Dalhar memperoleh ijazah kemusrsyidan Thariqah As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah aurad Dalailil Khoerat dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini dibelakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan nama beliau di Jawa.

Riyadhah dan amaliahnyaMbah Kyai Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan riyadhah. Sehingga pantas saja jika menurut riwayat shahih yang berasal dari para ulama ahli hakikat sahabat – sahabatnya, beliau adalah orang yang amat akrab dengan nabiyullah Khidhr as. Sampai – sampai ada putera beliau yang diberi nama Khidr karena tafaullan dengan nabiyullah tersebut. Sayang putera beliau ini yang cukup 'alim walau masih amat muda dikehendaki kembali oleh Allah Swt ketika usianya belum menginjak dewasa.

Selama di tanah suci, mbah Kyai Dalhar pernah melakukan khalwat selama 3 tahun disuatu goa yang teramat sempit tempatnya. Dan selama itu pula beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3 buah biji kurma saja serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau juga pernah melakukan riyadhah khusus untuk medoakan para keturunan beliau serta para santri – santrinya. Dalam hal adab selama ditanah suci, mbah Kyai Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah Haram. Ketika merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari keluar tanah Haram.

Selain mengamalkan dzikir jahr 'ala thariqatis syadziliyyah, mbah Kyai Dalhar juga senang melakukan dzikir sirr. Ketika sudah tagharruq dengan dzikir sirnya ini, mbah Kyai Dalhar dapat mencapai 3 hari 3 malam tak dapat diganggu oleh siapapun. Dalam hal thariqah As-Syadziliyyah ini menurut kakek penulis KH Ahmad Abdul Haq, beliau mbah Kyai Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya kepada 3 orang. Yaitu, Kyai Iskandar, Salatiga ; KH Dimyathi, Banten ; dan kakek penulis sendiri yaitu KH Ahmad Abdul Haq.

Sahrallayal (meninggalkan tidur malam) adalah juga bagian dari riyadhah mbah Kyai Dalhar. Sampai dengan sekarang, meninggalkan tidur malam ini menjadi bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para putera – putera di Watucongol.

KaramahnyaSebagai seorang auliyaillah, mbah Kyai Dalhar mempunyai banyak karamah. Diantara karamah yang dimiliki oleh beliau ialah :

Suaranya apabila memberikan pengajian dapat didengar sampai jarak sekitar 300 meter walau tidak menggunakan pengeras suara

Mengetahui makam – makam auliyaillah yang sempat dilupakan oleh para ahli, santri atau masyarakat sekitar dimana beliau – beliau tersebut pernah bertempat tinggal

Dll

Karya – karyanyaKarya mbah Kyai Dalhar yang sementara ini dikenal dan telah beredar secara umum adalah Kitab Tanwirul Ma'ani. Sebuah karya tulis berbahasa Arab tentang manaqib Syeikh As-Sayid Abil Hasan 'Ali bin Abdillah bin Abdil Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, imam thariqah As-Syadziliyyah. Selain daripada itu sementara ini masih dalam penelitian. Karena salah sebuah karya tulis tentang sharaf yang sempat diduga sebagai karya beliau setelah ditashih kepada KH Ahmad Abdul Haq ternyata yang benar adalah kitab sharaf susunan Syeikh As-Sayid Mahfudz bin Abdurrahman Somalangu. Karena beliau pernah mengajar di Watucongol, setelah menyusun kitab tersebut di Tremas. Dimana pada saat tersebut belum muncul tashrifan ala Jombang.

Murid – muridnyaBanyak sekali tokoh – tokoh ulama terkenal negara ini yang sempat berguru kepada beliau semenjak sekitar tahun 1920 – 1959. Diantaranya adalah KH Mahrus, Lirboyo ; KH Dimyathi, Banten ; KH Marzuki, Giriloyo dll.

WafatnyaSesudah mengalami sakit selama kurang lebih 3 tahun, Mbah Kyai Dalhar wafat pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1890 – Jimakir (1378 H) atau bertepatan dengan 8 April 1959 M. Ada yang meriwayatkan jika beliau wafat pada 23 Ramadhan 1959. Akan tetapi 23 Ramadhan 1959 bukanlah hari Rabu namun jatuh hari Kamis Pahing. Menurut kakek penulis yaitu KH Ahmad Abdul Haq (putera laki-laki mbah Kyai Dalhar), yang benar mbah Kyai Dalhar itu wafat pada hari Rabu Pon.

Demikianlah manaqib singkat yang sebenarnya ditulis semoga menjadikan faham pada semua pihak. sumber:http://sigun84.blogspot.com/2009/11/syaikh-dalhar.html

KILAS SEJARAH DINASTI UMAYAH

Dinasti Bani Umayah adalah sebuah dinasti yang berkuasa dalam dunia Islam dari tahun 661 hingga 750 M. Dinasti ini didirikan setelah kematia...